Sejumlah Pabrik Tahu dan Tempe Berhenti
Produksi
CIAMIS.(LawuNews.com)
Sejumlah pemilik pabrik tahu dan tempe di Kabupaten Ciamis untuk sementara terpaksa menghentikan produksi. Hal ini dilakukan menyusul terjadinya kenaikan harga yang cukup tinggi terhadap bahan baku berupa kedelai. Beratnya dampak dari kenaikan harga kedelai, diantaranya dirasakan oleh para pemilik pabrik tahu dan tempe yang ada di kawasan Lebaklipung, Desa Imbanagara, Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis.
Akibatnya, untuk menghindari dari terjadinya kerugian merekapun mulai beberapa hari terakhir ini terpaksa berhenti produksi.
Di daerah ini, terdapat sedikitnya 11 pabrik yang berhenti berproduksi.
Salah seorang pekerja di salah satu pabrik tahu di kawasan Lebaklipung Desa Imbanagara, Anda (45), menyebutkan sejak tiga hari yang lalu majikannya memerintahkan menghentikan produksi. Tidak jelas sampai kapan pemberhentian produksi itu dilakukan. Hanya yang jelas menurut majikannya, menunggu sampai harga kedelai turun kembali. "Sudah tiga hari saya terpaksa tidak bekerja karena pabrik tahu dan tempe tempat milik majikan saya untuk sementara menghentikan produksi. Hal ini akibat terjadinya kenaikan harga kedelai yang saat ini mencapai Rp. 10.000 per kilogramnya,” ujar Anda, Minggu (25/8).
Menurut Anda, majikannya itu merasa berat jika terus harus berproduksi dengan harga kedelai yang mahal seperti saat ini. Makanya daripada majikannya rugi, memilih menghentikan produksi hingga harga kedelai kembali normal. Dengan berhentinya produksi, maka dirinya bersama sejumlah rekanya kehilangan mata pencaharian. Namun dia mengaku tidak bisa berbuat banyak karena memang kalaupun tetap dipaksakan untuk produksi, majikannya bisa bangkrut.
Sejak tiga hari terakhir ini, Anda dan para pekerja pabrik tahu dan tempe ini memang masih datang ke pabrik. Namun di sini mereka hanya bergerombol sambil ngobrol membahas nasib mereka sampai pabrik tempat mereka mencari nafkah ini tidak berproduksi dalan waktu lama bahkan lebih parah sampai tutup untuk selamanya.
"Jika sampai pabrik ini tutup, saya sangat bingung. Saya tidak punya keahlian lain selain membuat tahu dan tempe hingga saya tak tahu lagi harus mencari pekerjaan apalagi agar bisa menafkahi keluarga," tutur ayah dari empat orang anak ini.
Hal yang sama diutarakan mas Udin (40), salah seorang pemilik pabrik tempe. Dia mengatakan, sebelumnya harga kedelai berkisar antara Rp. 7.000 – Rp. 7.500/kg. Namun belakangan ini harganya mencapai 10.000/ kg.
Diterangkan Udin, pekan lalu harga kedelai mengalami kenaikan menjadi Rp 8.000 Rp 8.400/kg. Akibatnya banyak pemilik pabrik tahu tempe yang terpaksa menaikan harga jual tahu untuk mengurangi dari kerugian.
Tahu yang semula harganya Rp. 400, saat ini naik menjadi Rp. 425/biji dan hal l itu telah mendapat reaksi dari para pelanggan dan konsumen lainnya yang mengaku keberatan. "Terus kini masa kami harus kembali menaikan harga tahu sedangkan yang kemarin saja telah mendapat protes dari pelanggan. Makanya, saya putuskan untuk berhenti dulu produksi tahu," ucapnya.
Bagi para produsen tahu dan tempe, kenaikan harga kedelai ini bak buah simalakama. Jika mereka memaksa berproduksi dengan menaikan harga, tentu konsumen akan protes. Dampaknya, konsumen enggan membeli tahu dan tempe. Akibatnya, produk mereka akan menumpuk dan lama-lama akan busuk.
Jika tetap memaksakan berproduksi dengan tak menaikan harga, tentu ini sama artinya dengan bunuh diri karena biaya produksi akan lebih mahal ketimbang uang yang didapatkan. Kalaupun mereka berhenti berproduksi sama sekali, maka nasib para pekerja yang dipertaruhkan. "Makanya kami ini benar benar seperti buah simalakama," kata Udin.
Udin menjelaskan, selama ini pabriknya bisa memproduksi tahu dan tempe dengan menghabiskan kedelai sebanyak tiga kuintal setiap hari. Jika dihitung rata-rata, dampak kenaikan harga kedelai akan membuat dirinya rugi sekitar Rp. 1 juta/hari. "Daripada rugi, saya berhenti dulu beroperasi. Walaupun kasihan kepada para pegawai terpaksa langkah ini saya ambil daripada rugi terus-terusan kata dia.
Udin berharap agar pemerintah cepat tanggap dalam menghadapi persoalan kenaikan harga kedelai ini. Terlebih, tahu dan tempe merupakan konsumsi masyarakat dari berbagai kalangan; termasuk golongan menengah ke bawah dalam upaya memenuhi asupan gizi yang cukup terjangkau.
Jika tidak segera diantisipasi, dia khawatir harga kedelai akan terus naik. Dia tidak kepikiran jika harus menutup usahanya yang menghidupi 8 tenaga kerja, dan 10 pedagang.
Sementara itu, Ketua Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (KOPTI) Kabupaten Ciamis, Kodir Sutaryat, membenarkan jika saat ini terjadi kenaikan harga bahan baku tahu dan tempe, kata Kodir kenaikan ini dipicu oleh nilai tukar dolar dan naiknya BBM (bahan bakar minyak).
"Jika harga terus merangkak naik terus yang dikhawatirkan oleh kami adalah berhentinya produksi para perajin tahu," kata Kodir.
Untuk mengantisipasi hal tersebut KOPTI selalu memberikan imbauan dan trik untuk mensiasati agar biaya produksi tidak terlalu mahal dan bisa merugikan pengrajin. "Kami mendata saat ini kebutuhan kedelai untuk bahan baku tahu dan tempe hanya mencapai 80 ton dalam satu bulan padahal sebelumnya sebelum harga naik mencapai 150 ton perbulan," ujar Kodir.(Mamay/Dian/Red)
No comments:
Post a Comment