PENAHANAN dr. Dewa Ayu Sasiary Prawarni Sp.OG dan dr Hendry Simanjuntak, yang dituduh malpraktik memicu aksi solidaritas dokter setanah air. Di Priangan. Timur, para dokter turun ke jalan. Mereka memandang penahanan dokter spesialis kandungan itu ma njadi preseden buruk, kriminalisasi dokter bisa mengaburkan bedanya risiko medis dari malpraktik.
Aksi dokter yang berlangsung di Priangan Timur dilakukan dengan berbagai cara. Di Kabupaten Garut, kalangan profesional berjas putih itu tidak hanya menggelar aksi protes dengan cara mogok kerja, tetapi juga menggelar aksi dengan melakukan long march sambil membentangkan spanduk. Long march yang diikuti sekitar 100 orang dokter ini dimulai dengan menyusuri Jalan Pembangunan- Jalan Cimanuk-Jalan Ahmad Yani- Jalan Dewi Sartika-Jalan Kian Santang-Jalan Papandayan, dan kembali ke Jalan Pembangunan. Mereka sempat berhenti di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut di Jalan Ahmad Yani. Seorang perwakilan dokter sempat melakukan orasi seputar tuntutan mereka. Selain itu, seorang dokter juga sempat nembacakan Puisi Permintaan Maaf Dari Dokter Indonesia karya Prof Dr Wimpie Pangkahila.
AKSI solidaritas dokter juga terjadi di Kota Banjar.
Meski demikian ekspresi aksi solidaritas yang dilakukan para dokter di Banjar tidak dilakukan dengan cara mogok kerja. Pantauan Lawunews.Com di RSUD Banjar dan beberapa rumah sakit swasta, pelayanan medis yang dilakukan dokter-dokter tetap berjalan seperti biasanya. Di poli klinik RSUD pun seperti biasa pasien berjubel untuk mengantri giliran berobat. Pasien rawat map juga tetap mendapatkan kunjungan dokter ke setiap ruang perawatan. Pelayanan di Puskesmas pun tampak berjalan seperti biasa.
Dokter-dokter di Banjar hanya memasang pita hitam di lengan dan menjalankan tugas seperti biasanya. Selain itu menjelang tengah hari, para dokter menggelar doa bersama di ha-laman RSUD Kota Banjar serta memasang spanduk yang menggambarkan aksi solidaritas mereka terhadap dugaan kriminalisasi yang menimpa dr Dewa Ayu Sasiary Prawani. "Kalau mengenakan pita hitam ini, memang sudah merupakan instruksi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pusat, ini akan dilakukan sampai 3 hari ke depan," kata Ketua IDI Banjar, dr. Imam Wahyudi.
Imam menjelaskan, sebagai rekan sejawat, para dokter di Banjar hanya bisa mendoakan mudah-mudahan upaya Peninjauan Kembali (PK) yang tengah diupayakan bisa dikabulkan. "Permasalahan ini lebih cenderung disebabkan oleh kekeliruan dalam menafsirkan arti malpraktik dan resiko medik," imbuhnya.
Menurut dia, ada perbedaan yang mendasar antara malpraktik dan resiko medik. Malpraktik adalah kasus yang dipicu oleh kesalahan prosedur tindakan medis, sementara resiko medik adalah kondisi dimana dokter sudah melakukan penindakan sesuai prosedur namun kondisi pasien memang dalam keadaan yang kritis. Nah yang terjadi dalam kasus dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, menurut dia adalah resiko medik, bukan malpraktik.
"Tapi yang jelas, kami pastikan bahwa kasus ini tidak akan mengganggu pelayanan medis di Kota Banjar. Pelayanan jalan terus," kata dr. Imam. Direktur RSUD Banjar, dr. Herman Umar mengaku memberikan apresiasi terhadap sikap para dokter di Banjar yang tetap menjalankan tugas seperti biasanya. "Alhamdulillah pelayanan tidak terganggu, para dokter tetap bertugas. Tapi aksi solidaritas tetap kami lakukan sebagai bentuk dukungan terhadap rekan sejawat kami yang tersangkut kasus hukum," kata dr. Herman.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Ciamis, dr. Aceng, M.Kes didampingi anggota Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dr. Hendra Barata, Sp.OG, M.Kes, sempat meluapkan keprihatinannya dengan keras. "Dokter bukan penjahat atau teroris. Tapi penangkapan dr. Ayu dan dr. Hendry yang menangani Pasien SM di RS dr. Kandau Manado sama dengan menangkap penjahat atau teroris, diborgol, "ujarnya.
Padahal, kata dr. Aceng, setelah dikaji keduanya tidak terindikasi melakukan mall praktek atau kelalaian, tapi masuk kategori resiko medis karena semua prosedur medis sudah ditempuh. Namun masyarakat tidal, bisa membedakan antara malpraktik dan risiko medis.
Dr. Hendra Barata di hadapan sekitar 98 dokter se-Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran mempertanyakan kenapa MA menerima Kasasi keluarga pasien SM padahal Sudah divonis bebas murni oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Manado. Hasil analisis Komite Majelis Komite Etik Kedokteran (MKEK) Manado, kata Hendra menyatakan tidak ada kesalahan prosedur.
Ketua Komisi IV DPRD Ciamis Hendra S. Marcussi langsung terjun melihat aksi solidaritas dan tafakur nasional dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Ciamis di RSUD Ciamis, Rabu (27/11)."Kami khawatir aksi solidaritas dokter ini mengganggu pelayanan pasien di Rumah Sakit, tapi setelah berkeliling ruangan RSUD ternyata tidak, Rumah sakit tetap buka, meskipun pasien yang dilayani hanya pasien gawat darurat dan pasien yang dirawat inap di RSUD," ujarnya.
Hendra mengatakan, para dokter yang tergabung dalam organisasi IDI memiliki hak untuk menyatakan pendapat, menolak kebijakan yang dinilai tidak sesuai dengan keadilan dan kemanusiaan. “Kami dukung aksi IDI untuk mencari keadilan dan menolak kriminalisasi terhadap dokter," ujarnya. (Mamay/Dian)
No comments:
Post a Comment