Masa remaja adalah periode peralihan perkembangan dari kanak-kanak kemasa dewasa awal. Rentang usia periode ini sekitar usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun ( Santrock, 2007). Pada dasarnya masa ini merupakan masa mereka untuk mencari identitas diri, mereka mempunyai rasa ingin tahu yang besar, maka mereka cenderung mudah terpengaruh oleh kebiasaan sehari-hari dan pengaruh lingkungan sekitar mereka bergaul Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih penting dari pada bersikap individualistis. Penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja awal masih tetap penting, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain.
Padausia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah. Karakteristik remaja ditandai dengan keterikatan yang kuat dengan teman sehingga teman-teman merupakan contoh yang penting bagi anak usia remaja selain orang tua (Stuart dan Sundeen, 1999). Menurut Kartono ( dalam Yuniati, 2003) keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat anak belajar dan menyatakan dirinya sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan kepada anak. Oleh karena itu pada masa ini pola asuh yang diberikan oleh orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak terutama pada masa remaja. Peran dan tanggung jawab yang dijalankan oleh orang tua dalam menetapkan disiplin pada anak bukan merupakan pekerjaan yang mudah, kadangkala orang tua mengalami hambatan dan kesulitan dalam pengasuhan. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya, hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua. Menurut Edwards (2006) : pola asuh orang tua adalah cara orang tua member bimbingan, mengarahkan dan memberikan dorongan kepada anaknya sehari-hari
Ada tiga jenis pola asuh yang bias diterapkan kepada anak :
a. Authoritative (demokratis)
Pola asuh demokratis banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk membuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan, dan sedikit menggunakan hukuman badan untuk membangun disiplin.. Orang tua seperti ini hangat tetapi keras, mereka menjunjung tinggi kemandirian tetapi menuntut tanggung jawabakan sikap anak. Orang tua seperti ini menghadapi anak dengan sikap yang rasional dan terarah, penawaran diskusi dan penjelasan pada anak lebih dari sekedar masalah disiplin serta membantu anak untuk mencari penyelesaian masalah anak. Pola asuh ini merupakan pola asuh terbaik karena mampu membuat anak mempunyai rasa tanggung jawab, rasa percaya diri, mampu mengendalikan emosi dan tingkah laku, eksploratif sekaligus kooperatif (Maccoby, 2000).
b. Authoritarian (otoriter)
Baumrind (dalam Edward, 2006) Orang tua menjunjung tinggi kepatuhan dan kenyamanan, mereka cenderung lebih keras dan memaksakan kedisiplinan.Tanya jawab verbal dan penjelasan tidak diterapkan dalam keluarga karena orang tua menganggap anak harus menerima tanpa mempertanyakan otoritas orang tua terhadap peraturan dan standar yang dibuat. Menurut Baumrind (dalam Yuniati, 2003) pola asuh ini dapat menyebabkan anak kurang berinisiatif, cenderung ragu, dan mudah gugup, akibat seringnya mendapat hukuman dari orang tua, anak menjadi tidak disiplin dan nakal, dengan pola asuh seperti ini anak diharuskan untuk berdisiplin karena semua keputusan dan peraturan ada di tangan orang tua. Anak – anak dari orang tua otoriter bisa menjadi pemalu, penuh ketakutan, menarik diri dan beresiko terkena depresi mereka bisa jadi sulit membuat keputusan untuk diri mereka sendiri karena mereka sudah biasa diperintah apa yang harus mereka kerjakan. Orang tua otoriter tidak mentoleransi perbedaan pendapat sehingga anak-anak mereka cenderung sulit mandiri.
c. Permissive (Permisif)
Baumrind (dalam Edward, 2006) permissive merupakan bentuk pengasuhan dimana orang tua member kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol oleh orang tua, pola asuh ini memandang anak diperbolehkan untuk mengatur tingkah lakunya sendiri, dengan pola asuh seperti ini anak mendapatkan kebebasan sebanyak mungkin dari orang tua. Menurut Maccoby (2000) penggunaan pola asuh ini akan menyebabkan anak anak tidak mandiri, tidak patuh, agresif, tidak bertanggung jawab dan mempunyai tanggung jawab sosial yang rendah, tetapi anak juga akan menjadi anak yang kreatif dan spontan.
Menurut Edward (2006) orang tua permissive memberikan dukungan dan kasih sayang emosional yang berlimpah tetapi kurang memberikan struktur dan bimbingan sehingga anak bisa menjadi senang dan bersikap baik selama segala sesuatu berjalan sesuai keinginan mereka tetapi mudah frustasi jika keinginan mereka tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dwi (2009) dengan judul hubungan pola asuh orang tua dengan harga diri pada remaja di SMU Muhammadiyah 09 Bekasi Timur, dengan sampel berjumlah 157 orang didapatkan hasil: orang tua yang menggunakan pola asuh demokratis (17,2%), Otoriter (71,3%) dan permisif (11,5%). Remaja yang mengalami harga diri rendah (48,8%), harga diri tinggi (51,2%). Berdasarkan hasil uji bivariate didapatkan hasil Terdapat hubungan antara pola asuh demokratis, otoriter dan permisif dengan harga diri pada remaja di SMU Muhammadiyah 09 Bekasi Timur.
Penulis : Setiawati, S.Kp., M.Kep
Dosen Keperawatan
STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi
Padausia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah. Karakteristik remaja ditandai dengan keterikatan yang kuat dengan teman sehingga teman-teman merupakan contoh yang penting bagi anak usia remaja selain orang tua (Stuart dan Sundeen, 1999). Menurut Kartono ( dalam Yuniati, 2003) keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat anak belajar dan menyatakan dirinya sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan kepada anak. Oleh karena itu pada masa ini pola asuh yang diberikan oleh orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak terutama pada masa remaja. Peran dan tanggung jawab yang dijalankan oleh orang tua dalam menetapkan disiplin pada anak bukan merupakan pekerjaan yang mudah, kadangkala orang tua mengalami hambatan dan kesulitan dalam pengasuhan. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya, hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua. Menurut Edwards (2006) : pola asuh orang tua adalah cara orang tua member bimbingan, mengarahkan dan memberikan dorongan kepada anaknya sehari-hari
Ada tiga jenis pola asuh yang bias diterapkan kepada anak :
a. Authoritative (demokratis)
Pola asuh demokratis banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk membuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan, dan sedikit menggunakan hukuman badan untuk membangun disiplin.. Orang tua seperti ini hangat tetapi keras, mereka menjunjung tinggi kemandirian tetapi menuntut tanggung jawabakan sikap anak. Orang tua seperti ini menghadapi anak dengan sikap yang rasional dan terarah, penawaran diskusi dan penjelasan pada anak lebih dari sekedar masalah disiplin serta membantu anak untuk mencari penyelesaian masalah anak. Pola asuh ini merupakan pola asuh terbaik karena mampu membuat anak mempunyai rasa tanggung jawab, rasa percaya diri, mampu mengendalikan emosi dan tingkah laku, eksploratif sekaligus kooperatif (Maccoby, 2000).
b. Authoritarian (otoriter)
Baumrind (dalam Edward, 2006) Orang tua menjunjung tinggi kepatuhan dan kenyamanan, mereka cenderung lebih keras dan memaksakan kedisiplinan.Tanya jawab verbal dan penjelasan tidak diterapkan dalam keluarga karena orang tua menganggap anak harus menerima tanpa mempertanyakan otoritas orang tua terhadap peraturan dan standar yang dibuat. Menurut Baumrind (dalam Yuniati, 2003) pola asuh ini dapat menyebabkan anak kurang berinisiatif, cenderung ragu, dan mudah gugup, akibat seringnya mendapat hukuman dari orang tua, anak menjadi tidak disiplin dan nakal, dengan pola asuh seperti ini anak diharuskan untuk berdisiplin karena semua keputusan dan peraturan ada di tangan orang tua. Anak – anak dari orang tua otoriter bisa menjadi pemalu, penuh ketakutan, menarik diri dan beresiko terkena depresi mereka bisa jadi sulit membuat keputusan untuk diri mereka sendiri karena mereka sudah biasa diperintah apa yang harus mereka kerjakan. Orang tua otoriter tidak mentoleransi perbedaan pendapat sehingga anak-anak mereka cenderung sulit mandiri.
c. Permissive (Permisif)
Baumrind (dalam Edward, 2006) permissive merupakan bentuk pengasuhan dimana orang tua member kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol oleh orang tua, pola asuh ini memandang anak diperbolehkan untuk mengatur tingkah lakunya sendiri, dengan pola asuh seperti ini anak mendapatkan kebebasan sebanyak mungkin dari orang tua. Menurut Maccoby (2000) penggunaan pola asuh ini akan menyebabkan anak anak tidak mandiri, tidak patuh, agresif, tidak bertanggung jawab dan mempunyai tanggung jawab sosial yang rendah, tetapi anak juga akan menjadi anak yang kreatif dan spontan.
Menurut Edward (2006) orang tua permissive memberikan dukungan dan kasih sayang emosional yang berlimpah tetapi kurang memberikan struktur dan bimbingan sehingga anak bisa menjadi senang dan bersikap baik selama segala sesuatu berjalan sesuai keinginan mereka tetapi mudah frustasi jika keinginan mereka tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dwi (2009) dengan judul hubungan pola asuh orang tua dengan harga diri pada remaja di SMU Muhammadiyah 09 Bekasi Timur, dengan sampel berjumlah 157 orang didapatkan hasil: orang tua yang menggunakan pola asuh demokratis (17,2%), Otoriter (71,3%) dan permisif (11,5%). Remaja yang mengalami harga diri rendah (48,8%), harga diri tinggi (51,2%). Berdasarkan hasil uji bivariate didapatkan hasil Terdapat hubungan antara pola asuh demokratis, otoriter dan permisif dengan harga diri pada remaja di SMU Muhammadiyah 09 Bekasi Timur.
Penulis : Setiawati, S.Kp., M.Kep
Dosen Keperawatan
STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi
No comments:
Post a Comment