CIAMIS (Lawunews.Com)
Sembilan belas tahun silam, tangis lara jutaan warga memandikan Desa Imbanagara Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis. Minggu 19 Maret 1995 itu, mereka menyaksikan jasad sang “Mega Bintang” Indonesia, (alm) Nike Ardila, diusung memasuki liang lahat di areal makam keluarga besar (alm) R Gandjar Kartabrata.
Mega hitam memayungi dunia keartisan negeri ini. Semua wajah terbalut nestapa terdalam. Ratap tangis histeris para penggemar berat Nike, terurai berkepanjangan. Seketika kedukaan mengharus biru. Kejutan peristiwa duka atas kepergian abadi Nike Ardila itu, Minggu 23 Maret 2014 lalu, kembali dikenang penggemar berat sang bintang yang tergabung dalam Anak Mami (Keluarga Besar Nike Ardilla). “Kami sepakat memilih hari Minggu beberapa waktu lalu agar tidak mengganggu kegiatan sekolah atau hari kerja perkantoran,“ kata Fika Sakti salah satu fans alm. Nike Ardilla asal Kota Bandung didampingi Abeng Bendhil serta Lili Moza.
Setelah beberapa tahun terakhir sunyi dari taburan bintang kondang, di tahun kesembilan belas acara tradisi tahunan itu kembali menghangat, dengan kehadiran band sekondang “Moza” asal Jakarta. Walaupun begitu, tidak menyusutkan topik gelaran acara yang digagas “Anak Mami” dengan bercanda bersama para anak punya kelainan mental yang digagas almarhum Nike Ardilla “SLB Nike Ardilla” Bandung diakhiri pembacaan doa bersama di makam sang bintang. Siapa sangka, kemasyhuran Nike Ardila akan mengental dengan nama Desa Imbanagara di kejayaan artis primadona musik slow rock itu pun, nama Imbanagara tersembunyi.
Sekedar mengingatkan sepak terjang artis legendaris asal Kabupaten Ciamis tersebut berdasarkan kutipan dari berbagai sumber yang tim Media Bangsa himpun, lejitan sukses Nike, lebih dikenal orang dengan nama Bandung. Bahkan sebelum beranjak dewasa, sebenarnya nama Ciamis jadi kunci penangkal jual-beli canda lepas dengan Nike. Lelucon segar yang ceplas-ceplos tak pernah kering dalam perjumpaan saya dan Nike. Saat canda gadis belia itu mengalir dengan tawanya, nama kampung halaman pun diolok-olokan. Nike terbiasa menyudutkan nama Garut, daerah asal saya, diatas pujian tentang Bandung.
“Kenapa sih mesti ke Garut? Emang ada apa di Garut teh? Garut mah garing! Almarhum melancarkan serangan sambil tertawa. Itu tersulut lagi dengan canda Cut Irna rocker sobat kentalnya yang mengunggulkan daerah Tasikmalaya. Saya membalas serangan Nike : Neng, kampung halaman jangan dilupain dong! Kapan atuh nona cantik pulang ke Ciamis? Seketika saja gadis jenjang itu cemberut. Bola matanya mendelik tajam.
Nike merengek manja. “Jangan bawa nama Ciamis atuh! Itu mah kampung halaman papi! Pinta artis yang akrab dengan sapaan eneng itu. Bahkan, saya mendadak dibuat sibuk menangkis cubitan gemasnya. Ibunda Nike, Ny Ningsihrat, tertawa kecil menyaksikan duel canda itu. Memang begitu Ciamis disebut, canda Nike pun surut. Sang gadis lalu diam membisu. Aksi canda semacam itu selalu menghangat, dalam laju kendaraan ke saba kota.
Saya tahu, kalau Nike terdiam, bukan berarti kalah karena candanya bisa dipatahkan. Justru gadis itu tengah fokus mencari bahan baru, untuk siap meluncurkan lagi serangan. Nike tak mau kalah! Benar juga, berdendang lirih dengan ekspresi meyakinkan. Tangannya bergaya meniru aksi penyanyi dipentas. “Mulanya biasa saja, kita saling kenalan. Syair lagu “Mulanya Biasa Saja” nyanyian Meriam Bellina itu, jadi senjata peredam canda saya.
Terpaksa saya harus janji untuk tidak menyebut lagi Ciamis. Kalau daerah itu kembali disebut-sebut, Nike akan mengancam menyanyikan lagu-lagunya, saat saya berdua seseorang yang bisa disindir dalam syair lagu. Bukan sekedar ancaman, memang tanpa segan Nike pernah menyindir keintiman saya melalui lagu itu, di depan gadis sasarannya. Tak perduli saya malu hati. Sang artis malu ceria. Tertawa nyaring. Itu lintasan kenangan, yang membasah dalam ingatan.
Ketika pagi 19 Maret 1995 mengumbar kabar duka, (alm) Denny Sabri sang pengorbit karier Nike Ardila, dan rekan wartawan Kusna Sudrajat, yang datang ke Garut , belum mendapat kepastian tentang lokasi makam bintang itu. Namun benar dugaan saya, jenazah Nike lebih memungkinkan dikebumikan di Ciamis, kampung halaman leluhurnya. Ayah Nike (alm) RE Kusnadi, seorang ningrat Ciamis dan Ny Ningsihrat, ibu almarhum dari Bandung.
R Nike Ratnadilla terlahir di Bandung 27 Desember 1975, sebagai bungsu tiga bersaudara. Titian perjuangan kariernya di pentas musik slow rock, dibuka dengan mempopulerkan nama Nike Astrina. Sebuah nama temuan Denny Sabri yang bernilai historis, karena penanganan karier Nike Ratnalilla dilakukannya, saat Denny gencar mempromosikan Nicky Astria. Namun bintang kehidupan Nike mulai bersinar, setelah berganti nama Nike Ardilla.
Sedikit orang tahu, sebenarnya nama seindah Nike Ardilla itu terinspirasi dari Ardilayang. Nama bentangan sebuah bukit, yang melatari kawasan Imbanagara, Ciamis. “Saya temukan nama Nike Ardilla ke produser rekaman, menjelang peluncuran album pertama Eneng begitu pernah dikisahkan (alm) RE Kusnadi di Ciamis. Nama itu pun dimaknai, sebagai kenangan ke kampung halaman.
Imbanagara, perkampungan yang semula sunyi itu, lalu melegenda dalam sejarah keartisan Indonesia. Nama Desa itu jadi muara kehidupan, dari seorang mega bintang negeri ini. Meski tak sederas pada era 1990-an, namun hingga tahun kesembilan belas sepeninggal Nike , para pengunjung makam artis belia itu masih mengalir dari berbagai pelosok tanah air. Terlebih, karena lokasi rumah abadi Nike Ardilla strategis. Tak jauh dari batas Kabupaten Tasikmalaya.
Tanpa atmosfer sepi di areal pekuburan, dari kejauhan pun tampak atap bangunan makam Nike Ardilla yang tampil beda. Bentuk atap peneduh makam itu ditata artistik. Kekokohan tiang-tiang penyangganya yang berhiaskan ukiran, sengaja di datangkan dari Jepara. Walau begitu, keindahan dan kemegahan makam Nike Ardilla, bukan karena bangunan pusara seorang mega bintang. Justru, itu wujud permintaan almarhum semasa hidupnya.
Dengan mata membasah , Ny. Ningsihrat Kusnadi ibunda Nike menuturkan kembali permohonan ganjil anak gadisnya, sepulang berziarah ke makam Bung Karno bersama Dessy Ratnasari. Waktu itu, Nike didamping ibunya, turut dalam promosi film “Olga, Juara Sepatu Roda” di Blitar. Si eneng pernah bilang, emih upami engke eneng maot, makamna teh hoyong sapertos makam Bung Karno. Heug seueur nu sarumping. Duh, eneng mah resep. Saenya, Mih!
Nike bermanja-manja dipangkuan ibunya. Sang gadis membayangkan dirinya tutup usia. Sosoknya terbaring di balik makam, seindah makam Bung Karno, yang sering mengalirkan peziarah. Seketika Ny Ningsihrat tersentak. (Mamay/berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment