Friday, August 22, 2014

Tugas Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) Profesi Sarat Ibadah

Jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya  setiap harinya penduduk Indonesia bertambah sebesar 9.027 jiwa. Dan setiap jam terjadi pertambahan penduduk sebanyak 377 jiwa. Bahkan setiap detik jumlah pertambahan penduduk masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 1,04 (1-2 jiwa). Pertambahan penduduk di Indonesia umumnya (bahkan bisa dikatakan 99,9 persen) disebabkan oleh kelahiran, sisanya berupa migrasi masuk. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa dalam 1 detik di Indonesia terjadi kelahiran bayi sebanyak 1-2 jiwa. Dalam rangka menekan kecepatan pertumbuhan penduduk tersebut pemerintah melibatkan personil-personil yang terjun langsung ke masyarakat guna melaksanakan program penyuluhan KB. Penyuluhan KB adalah kegiatan penyampaian informasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dan masyarakat guna mewujudkan keluarga berkualitas. 

Melihat dari besaran wilayah garapan serta kompleksnya permasalahan maka diperlukan banyak petugas penyuluhan KB. Keberhasilan program KB mengendalikan tingkat kelahiran di Indonesia selama lebih dari tiga dekade tidak terlepas dari peran petugas Penyuluh Keluarga Berencana (PKB). Posisi PKB diyakini sangat strategis dalam proses penggerakan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan KB di tingkat akar rumput. Peran PKB memotivasi dan membina akseptor KB dan menjaga hubungan komunikasi dengan keluarga binaan. Keberhasilan ini tergantung kepiawaian PKB meyakinkan calon klien KB untuk mengadopsi metode ber-KB. Dalam kenyataannya sekarang, terjadi pengurangan petugas penyuluh KB terutama sejak adanya otonomi daerah  (OTDA} Sebagian penyuluh diangkat menjadi pejabat oleh bupati atau wali kota dan belum diganti sampai sekarang. Mengingat keterbatasan jumlah PKB/PLKB yang tidak seimbang dengan luas wilayah dan jumlah kelompok sasaran, maka dalam program KB, dikembangkan konsep Kader KB, yakni kelompok masyarakat yang secara sukarela bersedia membantu tugas penyuluhan dan pelayanan PKB . 

PERMASALAHAN UTAMA KEPENDUDUKAN DI INDONESIA
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 2000-2010, jumlah penduduk bertambah 3,25 juta jiwa. Jika di alokasikan ke setiap bulan maka setiap bulannya penduduk Indonesia bertambah sebanyak 270.833 jiwa atau sebesar 0,27 juta jiwa. Berdasarkan jumlah tersebut, maka setiap harinya penduduk Indonesia bertambah sebesar 9.027 jiwa. Dan setiap jam terjadi pertambahan penduduk sebanyak 377 jiwa. Bahkan setiap detik jumlah pertambahan penduduk masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 1,04 (1-2 jiwa). Pertambahan penduduk di Indonesia umumnya (bahkan bisa dikatakan 99,9 persen) disebabkan oleh kelahiran, sisanya berupa migrasi masuk. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa dalam 1 detik di Indonesia terjadi kelahiran bayi sebanyak 1-2 jiwa.Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2000-2010 sebesar 1,49 persen pertahun. Artinya bahwa rata-rata peningkatan jumlah penduduk indonesia per tahun dari tahun 2000 sampai 2010 adalah sebesar 1,49 persen/pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahunnya antara tahun 2000 sampai 2010 jumlah penduduk Indonesia bertambah sebesar 1,49 persennya.

 Dengan jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa tersebut, membuat Indonesia tetap bercokol sebagai negara berpenduduk terbanyak setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Lebih lanjut daripada itu kalau angka pertumbuhan penduduk pada tahun 1980-1990 rata-rata masih mendekati angka 2 persen, maka dengan sendirinya angka rata-rata dibawah 1,5 persen itu mengisyaratkan adanya pertumbuhan penduduk di tahun 2010 sudah kurang dari itu, yaitu sekitar 1,2 sampai paling tinggi 1,3 persen. Ini hanya bisa terjadi kalau angka fertilitas di tahun 2010 sudah sangat rendah, yaitu TFR atau angka fertilitas total tidak lebih dari 2,4 – 2,5 anak. Bahkan mungkin sekali angka fertilitas total untuk propinsi yang KB-nya sangat berhasil seperti DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, DKI Jakarta, mungkin juga Jawa Tengah dan beberapa propinsi lain sudah sama atau lebih rendah dari angka 2,2 anak atau yang biasa disebut dibawah replacement level. Diduga pula bahwa angka mortalitas masih relatif tinggi karena dari beberapa penelitian masih terlihat adanya Angka Kematian Ibu Hamil dan Melahirkan (AKI) masih relatif tinggi. Namun dengan usaha yang gigih dalam duapuluh tahun terakhir ini dapat pula diduga bahwa angka kematian AKI itu akan segera menurun, terutama di daerah-daerah yang kondisi KB-nya relatif maju dan kesadaran masyarakat akan bahaya hamil terlalu muda, terlalu sering atau sudah tua masih hamil juga menjadi lebih tinggi. 

Kalau Angka Kematian Ibu Hamil dan Melahirkan (AKI) itu menurun hampir dapat dipastikan bahwa angka kematian secara menyeluruh akan menurun dengan lebih drastis. Kalau penurunan ini diikuti lebih lanjut dengan penurunan angka kematian bayi, yang selama duapuluh tahun terakhir ini telah turun lebih dari 60 persen, dan juga angka kematian anak, maka tidak mustahil angka pertumbuhan penduduk akan mengalami goncangan. Goncangan itu bisa berarti naik drastis bisa juga menurun dengan lebih deras lagi, yaitu kalau kemantapan ber-KB dapat lebih ditingkatkan.  Perlu kita ingatkan bahwa penurunan angka pertumbuhan penduduk itu hanya bisa dijamin kalau sebanyak-banyak generasi muda mengikuti Gerakan Reproduksi Sejahtera dengan baik. Kalau mereka lengah, ada kemungkinan bahwa angka pertumbuhan penduduk itu akan naik dengan drastis dan mengakibatkan terjadinya baby boom yang jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan baby boom di masa yang lalu. Ada beberapa alasan kenapa angka pertumbuhan penduduk bisa meledak kembali. Pertama, jumlah generasi muda sekarang ini relatif tinggi, yaitu sekitar 20 persen dari jumlah penduduk yang ada di Indonesia yang jumlahnya adalah 237, 6 juta jiwa hasil SP 2010 dan 250 juta pada tahun 2013. Jumlah ini tidak saja besar tetapi mempunyai tingkat kesuburan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jaman baby boom di tahun 1970 – 1980 yang lalu. Tingkat kesehatan dan kemampuannya untuk “menghasilkan anak” juga jauh lebih tinggi karena umumnya mereka dilahirkan pada jaman yang jauh lebih kondusif dibandingkan dengan jaman kelahiran orang tuanya dulu. 

Kedua, anak-anak muda sekarang masih menikah relatif pada usia yang muda. Anak-anak usia SLTP dan SMU sekarang ini masih banyak yang tidak sekolah, sehingga karena desakan ekonomi, terutama untuk anak perempuan, terpaksa dinikahkan oleh orang tuanya. Hanya sekitar 60 persen anak-anak usia SLTP sekarang ini sekolah dan hanya sekitar 30-40 persen anak-anak usia SMU sekarang ini yang sedang sekolah dan hanya kurang dari 12 persen anak-anak usia dewasa sedang berada di bangku kuliah di perguruan tinggi. Apabila anak-anak ini tidak sekolah, maka bagi keluarga kurang mampu, keluarga yang hidupnya pas-pasan, akan merasa aman kalau anak-anak tersebut segera menikah, artinya menikah pada usia muda menjadi salah satu resep yang paling ampuh dan mudah untuk “mengentaskan anak-anak dari penderitaan kemiskinan”. Ketiga, anak-anak muda yang semestinya menggeluti modernisasi dengan mengenal lebih banyak masalah reproduksi sejahtera belum banyak bersentuhan dengan materi reproduksi sejahtera sehingga perkawinan dibawah usia 20 tahun atau perkawinan dari wanita-wanita pada usia sekitar 20 tahun masih sangat tinggi. Padahal diketahui bahwa anak-anak umumnya dilahirkan pada tahun pertama masa perkawinan. Dengan demikian umumnya pasangan muda Indonesia melahirkan pada usia ibu sekitar 20- 25 tahun dan karena itu sebuah keluarga masih dengan mudah melahirkan tiga sampai empat kali selama masa reproduksinya. Dengan jumlah generasi muda yang relatif besar maka jumlah kelahiran sampai empat orang bayi itu akan menimbulkan kegoncangan demografis yang sangat berbahaya dan mempengaruhi ledakan baby boom yang dahsyat. 

Keempat, tingkat kematian anak dan tingkat kematian bayi makin kecil. Dengan demikian jumlah anak-anak yang dilahirkan dan tetap hidup pada usia lima tahun atau lebih oleh pasangan muda akan tinggi dan anak tetap hidup sehat sehingga jumlah anak-anak yang ditambahkan setiap tahunnya bukan lagi sekitar 3 juta bayi atau 4 juta bayi, tetapi mungkin saja bisa mencapai 5 sampai 6 juta bayi setiap tahunnya. Anak-anak ini akan tetap sehat dan hidup sejahtera bersama kedua orang tuanya karena keadaan kesehatan dan gizi yang bertambah baik. Jumlah bayi yang ditambahkan setiap tahun menjadi sekitar 1,5 sampai dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah bayi yang dilahirkan dan tetap hidup dibandingkan dengan masa antara tahun 1990-2000.  Kelima, ledakan ini akan menjadi resiko karena generasi muda tidak saja tidak mengenal dengan baik reproduksi keluarga tetapi mereka sedang tergoda oleh kehidupan modern yang sangat permisif ditambah dengan akibat gangguan globalisasi lain seperti merebaknya hidup bebas tanpa perkawinan biarpun ada ancaman penyakit HIV/AIDS, atau penyakit lainnya akibat pergaulan bebas itu. Kondisi negatip itu akan menghasilkan anak dengan perhitungan yang sangat tidak rasional. Generasi muda memang tidak bisa berpangku tangan. Ledakan penduduk dimasa lalu banyak “tertolong” dengan tingkat kematian bayi dan tingkat kematian anak yang sangat tinggi, demikian pula masih adanya kematian ibu yang juga relatif sangat tinggi. Ledakan penduduk baru, kalau terjadi, tidak akan bisa ditolong dengan tingkat kematian bayi yang tinggi, dan tidak pula ditolong dengan tingkat kematian anak yang tinggi. Justru akan dipersulit dengan makin panjangnya usia harapan hidup dengan naiknya presentase dari penduduk yang berusia diatas enampuluh tahun. 

Hampir bersamaan waktunya dengan kemungkinan ledakan bayi dari generasi muda yang baru itu, di Indonesia juga akan terjadi ledakan para orang tua. Kalau di masa lalu “penduduk yang berusia diatas 60 tahun” bisa dianggap sebagai “barang langka”, maka dapat dibayangkan bahwa di masa lima sampai sepuluh tahun yang akan datang ini mereka yang berusia enampuluh tahun sudah merupakan pemandangan biasa dan penduduk dengan usia enampuluh tahun itu bisa dengan mudah ditemui di hampir seluruh pojok pedesaan. Jumlah mereka akan merangkak dengan meyakinkan dari angka 5 persen menjadi 10 persen dan bahkan di beberapa propinsi akan naik menjadi 11 – 15 persen dari seluruh penduduk yang ada. Orang tua menjadi pemandangan biasa. Ledakan bayi sebagai penyulut baby boom akan dibarengi dengan sulutan “grand father and grand mother boom” alias ada boom yang bersumbu ganda. Padahal ledakan dari generasi muda yang semula berusia dibawah limabelas tahun juga belum seluruhnya berhenti. Praktis penduduk Indonesia akan mendapatkan serangan bom dari segala sektor umur. Sebaliknya, apabila generasi muda, sadar akan makna peranannya yang bermata ganda, mengatur dan memahami reproduksi sejahtera dan mengandalkan diri pada usaha untuk mengasah dan mengembangkan dirinya menjadi sumber daya yang handal, maka generasi muda akan menjadi pelaku sejarah yang luar biasa peranannya. Generasi muda ini akan bisa memahami reproduksi sejahtera dan menjadi pelaku fertilitas yang teratur sehingga jumlah generasi anak-anak dibawah usia 15 tahun akan tetap kecil dan akhirnya menghasilkan piramida yang meruncing. 

Anak-anak usia dibawah 15 tahun akan mengecil sebaliknya anak-anak remaja usia 15 – 24 tahun mungkin saja akan tetap dominan. Kalau mereka bisa mengikuti pendidikan dan pelatihan yang tersedia secara luas dengan pendekatan Broad Based Education (BBE) yang marak, maka mereka dapat memanfaatkan kekuatan sumber daya alam yang tersedia secara melimpah di sekitarnya. Kalau itu yang terjadi maka kualitas generasi muda akan bertambah baik dan mudah-mudahan menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan yang berlipat ganda.
Untuk mencegah anak-anak muda yang sekarang tidak ada di sekolah, baik sebagai anak jalanan, anak di jalan atau anak yang hidupnya sehari-hari di jalan karena tekanan ekonomi atau karena memang orang tuanya begitu miskin dan sejak lama sudah menggantungkan hidupnya di jalan-jalan, maka pemerintah dan masyarakat luas harus dengan berani mengarahkan pembangunan pada anak-anak muda tersebut. Arahan kepada anak-anak muda itu dapat ditujukan kepada orang tua yang anaknya belum sekolah, tidak sekolah atau terkena tekanan tertentu sehingga tidak sempat mengenal sekolah. Orang tua itu harus dientaskan agar orang tuanya memberi ijin kepada pemerintah atau lembaga sosial kemasyarakatan lain untuk ikut menangani anak-anak jalanan atau anak-anak di jalan itu. Tanpa ikut sertanya orang tua dan komitmen anak-anak sendiri maka penyelesaian anak-anak yang tidak atau belum sekolah itu mustahil dilaksanakan. 

Disamping itu harus pula dikembangkan sekolah yang mendasarkan diri bukan lagi pada sekolahnya atau kemampuan daya tampungnya saja, tetapi lebih menilai keberhasilannya atas dasar kepadatan yang ada di kampung atau di lingkungan di mana sekolah itu berada. Kalau anak-anak di suatu wilayah belum seluruhnya tertampung di sekolah, maka sekolah itu dinilai belum berhasil. Tetapi kalau anak-anak di seluruh kampung itu sudah semuanya sekolah, maka sekolah itu dianggap berhasil mengentaskan anak-anak yang ada di sekolah yang bersangkutan. Sekolah dengan pendekatan semacam ini harus pula memihak anak-anak dari keluarga kurang mampu yang dengan berbagai alasan menganggap anaknya tidak perlu bersekolah lagi. Dengan sekolah yang memihak semacam itu tentunya kurikulumnya juga harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di lapangan. Kalau kurikulum itu tidak disesuaikan anak-anak dan orang tua yang kurang mampu akan enggan bersekolah atau tidak ada minat di masukkan ke sekolah semacam ini. Mereka akan menilai bahwa sekolah semacam ini tidak memberikan pemberdayaan yang diperlukan atau tidak membawa manfaat bagi kehidupan yang penuh dengan tantangan dan godaan.  Masyarakat harus waspada. Kalau terjadi ledakan baru keadaannya akan jauh lebih dahsyat dan sukar untuk direhabilitasi. Hanya dengan ketekunan tertentu ledakan dapat dicegah, itupun dengan partisipasi yang sangat kuat dengan berbagai komponen pembangunan secara ikhlas, berkesinambungan, holistik dan tidak terkotak-kotak.

1.     PERANAN PENYULUH KELUARGA BERENCANA (PKB)
Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) adalah jabatan fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional program KB pada instansi pemerintah. PKB merupakan jabatan karier yang hanya dapat  diduduki seseorang yang telah berstatus  sebagai pegawai negeri sipil, Adapun seorang PKB mempunyai tugas pokok melakukan penyuluhan  keluarga berencana dan pelayananan KB. Dilihat dari jumlah audience sasaran, ada penyuluhan individu melalui tatap muka langsung bila sasarannya satu orang dan penyuluhan kelompok bila sasarannya lebih dari sepuluh orang. Dalam kegiatan sehari hari dikenal juga penyuluhan massal bila sasarannya sangat banyak biasanya dilakukan dengan menggunakan media massa, baik elektronik maupun media masssa berbentuk Koran, spanduk, famplet dsb. Tugas penyuluhan KB meliputi persiapan penyuluhan, pelaksanaan penyuluhan dan pembinaan generasi muda. Dalam penyuluhan KB  terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan agar mampu mengubah perilaku kelompok sasaran. Penyuluhan KB adalah kegiatan penyampaian informasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dan masyarakat guna mewujudkan keluarga berkualitas.

Di dalam program KB dikenal istilah Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yang merupakan proses penyampaian dan penerimaan pesan dalam rangka meningkatkan dan memanfaatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat, dan mendorongnya agar secara sadar menerima program KB. KIE yang responsif gender adalah salah satu pendekatan dalam komunikasi yang bertujuan mempercepat perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku. Perlunya KIE terutama bagi perempuan disebabkan banyak dari mereka yang masih belum paham tentang hal-hal penting yang terkait dengan kesehatan mereka .Jenis pendekatan lain yang sering digunakan dalam program KB adalah Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/K). KIP/Konseling merupakan suatu bentuk tatap muka dua arah antara klien dan petugas yang dilakukan dengan sengaja dan bertujuan membantu kliennya mengambil keputusan sesuai keinginannya secara sadar dan sukarela. Untuk itu, petugas seyogyanya peka gender dalam proses konseling, klien merasa puas dan tidak merasa diabaikan. Melalui proses KIE dan konseling yang berkeadilan gender, diharapkan tumbuh kerjasama di antara laki-laki dan perempuan dalam upaya mewujudkan keluarga berkualitas dan berkeadilan gender karena penyuluhan KB juga perlu memperhatikan dan melibatkan para suami. Rendahnya tingkat partisipasi KB dan tingginya kehamilan berisiko ternyata disebabkan karena tidak dilibatkannya para suami dalam penyuluhan. Suami adalah pengambil keputusan dalam keluarga, termasuk penentuan jumlah anak. Penyuluhan KB tidak saja perlu ditujukan bagi kelompok masyarakat yang sudah berkeluarga (PUS), melainkan juga kepada kelompok remaja, dengan penekanan informasi sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan masing-masing kelompok umur  .

Penyuluhan  KB nasional, meliputi
a.     Persiapan penyuluhan, dalam hal ini PKB harus mempersiapkan materi apa yang hendak diberikan dan tidak kalah pentingnya adalah menentukan sasaran, siapa sasaran / orang-orang yang akan kita suluh agar tidak salah sasaran.
b.    Pelaksanaan penyuluhan, dalam  melaksanaan penyuluhan ada beberapa hal penting yang harus diperthatikan, antara  lain tempat, sasaran,  dan materi . Kita harus tahu   siapa sasaran kita . Apakah pasangan usia subur dengan anak kurang dari dua atau lebih dari tiga, kaum remaja atau  yang lainnya. Karena masing- masing sasaran tentu saja  mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dan akan lebih menyentuh  dan efektip bila sesuai kebutuhan.
c.    Pembinaan generasi muda.
Pembinaan generasi muda merupakan bagian dari penyuluhan KB nasional, karena  generasi muda merupakan cikal bakal terdekat dari sebuah keluarga atau pasangan usia subur, oleh karena itu sangat memerlukan persiapan dalam membentuk keluarga. Keberhasilan program KB mengendalikan tingkat kelahiran di Indonesia selama lebih dari tiga dekade tidak terlepas dari peran petugas Penyuluh Keluarga Berencana (PKB). Posisi PKB diyakini sangat strategis dalam proses penggerakan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan KB di tingkat akar rumput. Peran PKB memotivasi dan membina akseptor KB dan menjaga hubungan komunikasi dengan keluarga binaan. Keberhasilan ini tergantung kepiawaian PKB meyakinkan calon klien KB untuk mengadopsi metode ber-KB. Mengingat keterbatasan jumlah PKB/PLKB yang tidak seimbang dengan luas wilayah dan jumlah kelompok sasaran, maka dalam program KB, dikembangkan konsep Kader KB, yakni kelompok masyarakat yang secara sukarela bersedia membantu tugas penyuluhan dan pelayanan PKB . Di Kota Cimahi  terdapat 3 kecamatan dan 15 kelurahan dengan jumlah penduduk  sudah lebih dari 500 ribu jiwa , sementara  Petugas Penuluh KB ( PKB)/ PLKB hanya 6 orang saja. 

Berkurangnya petugas penyuluh KB ini mulai terjadi sejak adanya otonomi daerah  (OTDA} Sebagian penyuluh diangkat menjadi pejabat oleh bupati atau wali kota dan belum diganti sampai sekarang. Dampak politik Sejak era reformasi dan penerapan sistem otonomi daerah, para penyuluh KB yang ditempatkan di kota dan kabupaten menjadi tanggung jawab bupati dan wali kota. Pemekaran daerah otonom baru juga menyebabkan persoalan KB kian rumit. Di daerah pemekaran, jabatan fungsional harus diisi pegawai negeri sipil (PNS) yang memenuhi kualifikasi kepangkatan. Para penyuluh KB umumnya sarjana sehingga tak perlu waktu lama untuk memenuhi kualifikasi kepangkatan untuk mengisi jabatan fungsional di daerah otonom baru. Mengapa  jabatan fungsional Penyuluh keluarga Berencana disebut  jabatan strategis sarat ibadah? Karena bila melihat tugas-tugas seorang penyuluh KB adalah memberikan penyuluhan atau mengajak seseorang untuk  mengikuti  keluarga berencana,karena sebagaimana kita ketahui  dengan ber KB banyak manfaat yang dapat kita peroleh. Mengikuti anjuran pemerintah untuk menerapkan program Keluarga Berencana (KB) dalam lingkungan keluarga, sebenarnya banyak memberi manfaat pada keluarga itu sendiri. Bukan saja karena dengan mengikuti KB maka kesehatan ibu menjadi lebih terjaga, kehamilan tidak diinginkan dapat dicegah dan keharmonisan keluarga dapat ditingkatkan, tetapi dengan mengikuti KB secara tidak langsung akan mencegah anak kekurangan gizi, tumbuh kembangnya lebih terjamin serta kebutuhan ASI Eksklusif selama 6 bulan relatif dapat terpenuhi.

Demikian dikatakan oleh Kasubid Advokasi Konseling dan Pembinaan Kelembagaan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPDP dan KB) Kabupaten Kulonprogo Drs. Mardiya Ditambahkan oleh Mardiya, secara ekonomi, mengikuti program KB akan mengurangi kebutuhan rumah tangga di satu sisi, juga memberikan akses yang lebih luas pada keluarga yang bersangkutan untuk meningkatkan/menambah penghasilan keluarga di sisi lainnya. Logikanya sangat sederhana, dengan ber-KB maka jumlah anak akan lebih sedikit dari yang seharusnya, sehingga kebutuhan hidup sehari-hari, biaya kesehatan dan pendidikan anak serta kebutuhan lainnya dapat ditekan seoptimal mungkin. Lebih dari itu, karena keluarga tidak banyak direpotkan untuk mengurus anak, maka keluarga lebih berkesempatan untuk berwirausaha sehingga kemandiria ekonomi akan lebih dapat diwujudkan. Menurut Mardiya secara sosial KB juga banyak memberi banyak keuntungan. Prinsipnya, dengan ber-KB, maka keluarga yang bersangkutan memiliki kesempatan lebih luas untuk bermasyarakat. 

Disamping itu, KB terbukti mampu meningkatkan peran ibu dalam pengambilan keputusan keluarga. Dengan demikian mengikuti program KB itu tidak ada ruginya, karena selain dianjurkan oleh pemerintah, agama apapun juga mendorong terwujudnya keluarga yang sejahtera yang menjadi tujuan akhir dari program KB itu sendiri. Artinya, KB tidak hanya memberikan solusi untuk membangun keluarga kecil mandiri, tetapi juga keluarga yang memiliki ketahanan yang tinggi sehingga harmonisasinya dapat lebih terjaga. “Yang harus dipahami adalah bahwa program KB itu tidak semata-mata berurusan dengan kontrasepsi, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana keluarga mengatur kehidupannya kelak secara lebih terencana melalui Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga sehingga fungsi-fungsi keluarga yang terdiri dari fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan dapat dijalankan secara optimal,” katanya. Dipaparkan oleh mantan Penyiap Bahan Pembinaan Ketahanan Keluarga pada Dinas Dukcapilkabermas Kabupaten Kulonprogo ini, dalam rangka PUP, program KB telah menyiapkan kegiatan yang dikemas dalam Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) serta Satuan Karya Keluarga Berencana (Saka Kencana). 

Kemudian dalam rangka pengaturan kelahiran telah diperluas akses dan peningkatan kualitas pelayanan kontrasepsi, baik pra, proses maupun pasca termasuk jaminan/ayoman bagi peserta KB yang gagal atau yang mengalami komplikasi. Selanjutnya dalam rangka pembinaan ketahanan keluarga, telah dikembangkan kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL) dan Bina Lingkungan Keluarga (BLK). Sedangkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan keluarga telah dikembangkan kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang dapat dijadikan media bagi keluarga kurang mampu (Pra KS dan KS I) untuk berlatih berwira usaha). Sumber berita: Drs. Mardiya, Kasubid Advokasi Konseling dan Pembinaan Kelembagaan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Kulonprogo. Dengan ber KB banyak hal- hal yang tidak kita inginkan dapat dihindari, seperti kejahatan, kemiskinan dan lain sebagainya,karena penduduk yang banyak bila tidak berkualita justru akan menghambat pembangunan. Berangkat dari asumsi jumlah penduduk pada tahun 2010, jika kita menggunakan data pertumbuhan penduduk indonesia yang dikeluarkan oleh bank dunia, yakni 1.49% per tahun, maka jumlah penduduk indonesia tahun 2012 ini akan menjadi 244.775.796 jiwa. Jika rate pertumbuhan penduduk seperti ini terus berlanjut, maka pada tahun 2025 jumlah penduduk indonesia akan menembus angka 300 juta jiwa. 

Oleh karena itu, jika penduduk disuatu negara bertambah maka akan mempengaruhi ketersediaan lapangan pekerjaan, pangan, dan papan. Dengan demikian akan terjadi kesenjangan ekonomi antara warga negara satu dengan yang lainnya yang tidak dapat dihindari lagi. Pertumbuhan penduduk semestinya juga diimbangi dengan penambahan fasilitas-fasilitas karena bila itu semua tidak terpenuhi akan mengakibatkan beberapa masalah yang amat serius, diantaranya yaitu masalah tingginya angka pengangguran, kemiskinan, banyak anak putus sekolah dan berbagai tindakan kejahatan serta tentu saja tujuan  negara merdeka, yaitu terwujudnya kesejahteraan rakyat akan jauh panggang dari api. Oleh karena jabatan PKB hanya sarat ibadah dan “kering” secara ekonomi , tidak banyak pegawai negeri yang mau jadi PKB, bahkan suatu kali pernah ada seorang PNS yang melarang temannya untuk menjadi PKB dan mengatakan. “Jangan mau jadi Petugas Penyuluh KB / PKB sayang dengan golongan mu sudah golongan tiga“. Seorang Penyuluh KB cenderung bertumpu pada keiklasan dan ibadah  guna memperoleh “KMS” (Kartu Menuju Surga), sekalipun kita sebagai manusia harus selalu belajar Sepi ing pamrih rame ing gawe. Bila hal ini sudah dimiliki oleh para abdi masyarakat, insyaallah tak akan ada niatan untuk menjadi tikus- tikus tak berekor yang selalu berkeinginan mengambil hak orang lain alias koruptor sehingga tujuan negara Indonesia merdeka, “Subur makmur  loh jenawi“ akan tercapai.

2.     METODE PENYULUHAN PENYULUH KB (PKB)
Secara garis besar metode penyuluhan yang dapat dipakai oleh Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) sekurang-kurangnya harus melingkupi hal-hal sebagai berikut :
a.    Prisnsip Metode Penyuluhan
1.    Mengembangkan daya nalar dan kreativitas sasaran
2.    Dilakukan di tempat sasaran
3.    Diterapkan pada warga panutan
4.    Ciptakan hubungan yang harmonis dengan sasaran
5.    Memberikan sesuatu untuk terjadinya perubahan

b.    Metoda Penyuluhan Berdasarkan Media
1.    Media Lisan
2.    Media Cetak
3.    Media Terproyeksi

c.    Metoda Penyuluhan Berdasarkan Hubungan Penyuluh Dengan Sasaran
1.    Komunikasi langsung
2.    Komunikasi tidak langsung

d.    Metoda Penyuluhan Berdasarkan Psikososial Sasaran
1.    Pendekatan perorangan
       - Metode perorangan biasanya dilaksanakan dengan cara:
a.    Kunjungan di kantor
b.    Komunikasi lewat surat pribadi, telefon, dll.
        - Kunjungan:
a.    Penyuluh mengarahkan pembicaraan pada pokok dan tujuan
b.    Penyuluh lebih banyak mendengar
c.    Penyulih berbicara luwes
d.    Waktu kunjungan disesuaikan dengan kesediaan waktu sasaran.
2.    Pendekatan massa:
       - Metode massa biasanya dipasarkan dengan cara:
a.    Media cetak
b.    Media elekronik
c.    Pameran

3.    Pendekatan kelompok
Ciri khusus metode kelompok :
a.    Menjangkau lebih banyak sasaran
b.    Pertemuan dapat diulang
Macam-macam metode kelompok :
a.    Pertemuan formal ( Formal meeting)
b.    Diskusi Kelompok Informal (Informal discusion)
c.    Demonstrasi (cara, hasil, cara dan hasil)
d.    Karya Wisata (Farm Fild Tours)
e.    Percobaan Pembuktian Setempat (Local Verification Trials)
     Tugas pokok yang tidak kurang pentingnya dari seorang petugas penyuluh KB adalah     melakukan pelayan keluarga berencana.
Pelayanan Keluarga Berencana, meliputi :
a.    Persiapan pelayanan
b.    Pelaksanaan pelayanan
c.    Pengembangan model pelayanan.
Selain pendekatan dalam komunikasi, juga diperlukan pelayanan KB yang merupakan kegiatan pemberian fasilitas kepada keluarga dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam mewujudkan keluarga berkualitas. sedangkan tugas pelayanan KB mencakup persiapan pelayanan, pelaksanaan pelayanan dan pengembangan model pelayanan .

1.    KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa penduduk merupakan orang-orang yang menduduki suatu tempat, wilayah atau Negara. Penambahan penduduk yang cepat menyebabkan tingkat kepadatan penduduk menjadi tinggi. Dengan jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa tersebut, membuat Indonesia tetap bercokol sebagai negara berpenduduk terbanyak setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Diperlukan peningkatan petugas Penyuluhan KB baik secara kualitas maupun kuantitas dalam menjawab kekurangan petugas sebagai salah satu akibat diberlakukannya OTDA, dimana petugas yang lama banyak yang dilantik (naik jabatannya) dan menempati pos-pos area baru sesuai wilayah pembentukannya.
Petugas Penyuluhan KB perlu ditingkatkan wawasannya secara teknis dan personal dengan beberapa metoda pendekatan agar efektif dalam melaksanakn tugasnya.
  
Penulis : LISNA WAHJUNINGSIH, SH
  NIP : 19620922 199203 2 005 
                                                         BPMPPKB Kota Cimahi                                                                                 

No comments:

Koprasi Warga Cimahi Mandiri Menggelar RAT Tepat Waktu

Cimahi (LawuPost)  Koperasi yang sehat dan baik adalah Koperasi yang mampu melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) tepat waktu, dan Rap...