Thursday, September 25, 2014

Pengaruh Seledri terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lanjut Usia (Bagian 1)

Cimahi (Lawunews.Com)
Berdasarkan laporan data demografi penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Bureau of the Census USA (2005, Dikutip oleh Darmojo, 2006) bahwa di Indonesia pada kurun waktu tahun 1990-2025 akan terjadi kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 41%, suatu angka kenaikan tertinggi di dunia. Peningkatan jumlah lansia dikarenakan angka harapan hidup yang semakin tinggi. 

Adanya peningkatan jumlah lansia, masalah kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia menjadi semakin kompleks, terutama yang berkaitan dengan gejala penuaan Semakin meningkatnya jumlah lansia maka perlu diperhatikan juga kesehatannya, karena lansia mengalami banyak kemunduran yang bersifat degeneratif. Menurut Bustan (2007), penyakit atau gangguan yang menonjol pada kelompok lansia adalah gangguan pembuluh darah (dari hipertensi sampai stroke). Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang tinggi.

Menurut Basha (2009) hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan dan angka kematian . Sustrani, dkk (2006) mengatakan hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh diam-diam (silent killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya.  Menurut WHO (2002) batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya ≥ 140/90 mmHg. 

Tekanan darah yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis (Sustrani, dkk, 2006). Hipertensi secara umum dibagi atas dua jenis, hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi Primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (Gunawan, 2001) sebanyak 90-95% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain..

Penyebab penyakit hipertensi secara umum diantaranya aterosklerosis (penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya elastisitas pembuluh darah), keturunan, bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung, penyakit ginjal,  sistem saraf simpatis, obesitas, tekanan psikologis, stres, dan ketegangan bisa menyebabkan hipertensi  (Marzuky, 2008).  Sedangkan penyebab hipertensi pada lansia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada: elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun. 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah mengalami penurunan, sehingga dapat menyebabkan hipertensi (Marzuky, 2008).

Akibat tekanan darah tinggi yang berlanjut dan tidak tertangani secara tepat, mengakibatkan jantung bekerja lebih keras, hingga otot jantung membesar. Kerja jantung yang meningkat menyebabkan pembesaran yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung (heart failure). Selain itu, tekanan darah tinggi juga berpengaruh terhadap pembuluh darah koroner di jantung berupa terbentuknya plak (timbunan) aterosklerosis yang dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah dan menghasilkan serangan jantung (heart attack) (Merdikoputro, 2008).

Untuk mencegah agar hipertensi tidak menyebabkan komplikasi lebih lanjut maka diperlukan penanganan yang tepat dan efisien.  Menurut Marlia (2009) penanganan hipertensi secara umum yaitu secara farmakologis dan nonfarmakologis. Penanganan secara farmakologis terdiri atas pemberian obat yang bersifat diuretik, simpatetik, betabloker, dan vasodilator dengan memperhatikan tempat, mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan. Penanganan secara farmakologis dianggap mahal oleh masyarakat, selain itu penanganan farmakologis juga mempunyai efek samping. Efek samping tersebut bermacam-macam tergantung dari obat yang digunakan. 

Penanganan nonfarmakologis yaitu meliputi penurunan berat badan, olah raga secara teratur, diet rendah lemak dan garam, dan terapi komplementer. Penanganan secara nonfarmakologis sangat diminati oleh masyarakat karena sangat mudah untuk dipraktekkan dan tidak mengeluarkan biaya yang terlalu banyak. Selain itu, penanganan nonfarmakologis juga memiliki efek samping yang minimal tidak seperti penanganan farmakologis. Sehingga masyarakat lebih menyukai penanganan secara nonfarmakologis dari pada secara farmakologis (Marlia, 2009).

 Setiawati, S.Kp., M.Kep.
Dosen Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi.

No comments:

Koprasi Warga Cimahi Mandiri Menggelar RAT Tepat Waktu

Cimahi (LawuPost)  Koperasi yang sehat dan baik adalah Koperasi yang mampu melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) tepat waktu, dan Rap...