Puspen
TNI (Lawunews.Com)
Panglima TNI Jenderal TNI
Dr. Moeldoko sebagai pembicara
dalam acara International Conference of Islamic Scholars (ICIS) memenuhi permintaan pimpinan
pesantren Al-Hikam, Bapak KH. Hasyim Muzadi, dalam
berbagi pandangan terkait pokok tema “TNI
dan Keamanan Nasional, khususnya dalam konteks konflik dan proses demokratisasi
di Timur Tengah”, yang kita kenal dengan “Arab Spring”, dengan mengundang tokoh dari Irak
dan Syiria untuk membahas persoalan Islamic
State of Iraq and Syria (ISIS) di Pondok Pesantren Al-Hikam, Depok, Jawa Barat, Kamis malam (30/10/2014).
Dalam
ceramahnya Panglima TNI menegaskan bahwa kebersamaan segenap rakyat dan
komponen bangsa, dalam hal ini kebersamaan antara TNI dan rakyat, termasuk keluarga
besar Pondok Pesantren Al-Hikam,
akan dapat melanjutkan pembangunan bangsa ini, serta dapat memelihara dan
menjaga NKRI, “Bersama Rakyat TNI Kuat dan Bersama TNI Rakyat Kuat”, itulah slogan yang terus didengungkan dalam rangka menjaga serta
mempertahankan kedaulatan, melindungi seluruh tanah tumpah darah Indonesia dan
membangun kesejahteraan rakyat, menuju negara yang bal’datun toyyibatun
warobbun ghofur, tuturnya.
Pada
kesempatan tersebut, Panglima TNI mengatakan bahwa dari perspektif TNI, kita harus terus merevitalisasi
dan mereaktualisasi spirit memperkuat ketahanan nasional dan jatidiri bangsa,
agar tidak terjadi diskontinyuitas terhadap pemikiran,
sikap dan tindakan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penanganan
terorisme mempengaruhi hubungan antar negara dengan semakin menguatnya kerja
sama di bidang pertahanan yang menempatkan penanganan isu terorisme sebagai
agenda utama. Seperti kita ketahui bersama bahwa dampak serangan teroris 11 September
2001 telah membawa beberapa implikasi. Pertama, terorisme
merupakan ancaman nyata yang mengancam jiwa manusia dan mengancam seluruh
negara. Kedua, sebagai ancaman nyata, isu terorisme
menghadirkan ketidakpastian tentang kapan dan dimana aksi terorisme akan
terjadi, sehingga menuntut kesiapsiagaan yang prima. Ketiga,
penanganan terorisme memaksa adanya peningkatan kerjasama pertahanan menjadi
lebih intensif dan progresif. Keempat,
penanganan terorisme dengan
menggunakan kekuatan militer menjadi salah satu pilihan strategi
pertahanan, sehingga harus ada aturan yang jelas agar tidak berbenturan dengan
norma-norma demokrasi dan hak asasi manusia.
Jenderal TNI Dr. Moeldoko menambahkan, konflik timur
tengah secara spesifik telah melahirkan ancaman global baru, yaitu lahirnya
kelompok radikal ISIS. Berkembangnya kelompok radikal ISIS telah menjadi
kegelisahan internasional, disebabkan oleh : Pertama, fenomena
meningkatnya warga negara di kawasan Eropa, Amerika dan Asia serta
kawasan Asia Pasifik, dengan kelompok negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Kedua,
organisasi teroris ISIS lebih buruk dibandingkan Al Qaeda, dengan
tentara yang dilengkapi persenjataan, yang telah banyak korban atas kebrutalan
ISIS. Ketiga, ISIS bergerak menggunakan strategi terselubung bernama “the hornet’s nest”
atau strategi “sarang lebah hornet”, yaitu strategi yang bertujuan membawa
semua ekstrimis-ekstrimis utama dunia, untuk bergerak ke satu
tempat atau tujuan, dan sebagian besar untuk mengguncang stabilitas negara
yang dianggap musuhnya. Melalui manusia-manusia bergaris keras ini maka
akan memunculkan paham-paham yang juga bergaris keras, pelan namun pasti,
ajaran ditekuk, dipelintir, digeser, disalah-artikan, lalu merekrut pengikut
yang juga bergaris keras. Kemudian ratusan bahkan ribuan orang yang
memiliki naluri “satu species” ini pun menjadi alat untuk mencapai
tujuan ISIS.
Perkembangan
keanggotaan ISIS dari warga negara asing ini telah menjadi kekhawatiran negara
yang bersangkutan, karena dipastikan akan berdampak pada tumbuhnya jaring
kelompok ISIS di negara asal, yang akan membahayakan ketentraman, kerukunan
etnis dan agama, serta keberagaman masyarakat suatu negara. ISIS telah jelas
menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia.
Untuk itu, Indonesia harus kuat, rakyatnya harus bersatu, harus
membangun ketahanan umat dan membangun ketahanan nasional, karena kita tidak
ingin ingin menjadi jawaban who the next ? Dari perkembangan timur
tengah. Dalam konteks tugas pokok sebagai komponen utama sishankamrata atau
sishanta, TNI telah berupaya membangun profesionalisme, militansi serta
berupaya untuk tetap dekat dan dicintai rakyat Indonesia, karena sesungguhnya
totalitas kekuatan keamanan nasional kebersamaan TNI dan rakyat untuk
menghadapi segala bentuk ancaman apapun.
Dalam
pelaksanaan tugas tersebut, khususnya tugas militer selain perang, TNI
menggunakan pendekatan preventif atau pencegahan. Untuk itu, selaku
pimpinan TNI, Panglima TNI menegaskan bahwa TNI tidak memberikan toleransi dan akan mencegah berkembangnya kelompok
radikal ISIS di Indonesia, dan saya yakin para kyai dan segenap santri
sependapat, bahwa ISIS tidak boleh hidup di muka bumi Indonesia. Guna mencegah
berkembangnya ISIS, mari kita hadapi ISIS dengan “SUMUK”, yaitu Solidaritas
Umat Muslim Untuk Ke-Bhineka-an, yang kekuatannya dilandasi oleh Pancasila,
NKRI harga mati, masyarkat Indonesia yang terbuka dan toleran, serta
kebersamaan rakyat-para kyai dan santri dengan TNI.
Di
akhir kuliahnya Panglima TNI mempersilahkan para kyai membentuk “SUMUK” dengan
TNI, karena TNI juga memiliki perwira tinggi pembinaan mental di bidang
kerohanian Islam. Pada sisi lain, saya persilahkan para kyai membangun
kerjasama dengan aparat komando kewilayahan TNI, Kodam, Korem, Kodim dan
Koramil, guna membina kerukunan umat serta membina kebersamaan antar umat
beragama dan etnis. Kebersamaan rakyat-para Kyai dan santri dengan TNI harus terus
dibangun, karena itulah totalitas kekuatan negara, dalam mencegah dan mengatasi
ancaman, seperti halnya ISIS dan radikalisme lainnya. “dalam konteks hubungan internasional dan membangun
kerjasama antar angkatan bersenjata, selaku pimpinan TNI, saya akan membawa
masalah ISIS dan isu radikalisme global dan regional lainnya ke dalam forum
konfrensi antar Panglima Angkatan Bersenjata se Asia dan Asia Pasifik, sebagai
bagian dari masalah keamanan regional”. Dalam kaitan tersebut, kiranya para Kyai dapat membantu
TNI, terkait pengumpulan informasi perkembangan kelompok radikal di Indonesia
dan regional, terutama yang terkait dengan
perkembangan ISIS.
Seminar
dengan tema "Konflik dan Proses Demokratasi di Timur Tengah" ini
digelar ICIS bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri RI. "Seminar ini antara lain
ingin menggali akar masalah ISIS dari orang Irak dan Syiria sendiri. Karena
itu, tokoh Irak dan Suriah dihadirkan ke Indonesia,". Pembicara lain perwakilan dari Dewan Waqaf Sunni
Irak, Kemenlu Irak, BNPT Irak, dan Kemenlu Suriah. Selain itu juga hadir mantan
tokoh dan pendiri Jamaah Islamiyah Mesir Najih Ibrahim dan Duta Besar Palestina
Fariz Mehdawi. Pembicara
dari dalam negeri antara lain Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, Kapolri
Jenderal Polisi Sutarman, Kepala BNPT Ansyad Mbai, dan Direktur Timur Tengah
Kemenlu Febrian Alphyanto Ruddyard.
Authentikasi : Kadispenum
Puspen TNI, Kolonel Inf Bernardus Robert
No comments:
Post a Comment