CIMAHI - LAWUNEWS. Cimahi yang terdiri dari 3 Kecamatan serta 15 Kelurahan dengan perkiraan jumlah pemilih pada pemilu legislatif april 2014 mendatang sebanyak 380 ribuan pemilih, akan di ikuti sebanyak 12 partai politk dan sebanyak 495 bacaleg untuk mengisi 45 kursi DPRD. Banyaknya calon anggota legislatif lokal di daerah pemilihan yang relatif kecil seperti halnya di Cimahi akan sangat rentan terhadap potensi praktek-praktek pembodohan (politik uang) dan janji-janji (kosong) politik terhadap masyarakat pemilih.
Artinya hanya calon-calon yang kuat secara financial saja tapi tidak memiliki tanggung jawab moral yang kemungkinan besar akan meraih jumlah suara maksimal,alasan tersebut cukup mendasar karena berkaca pada pelaksanaan pileg-pileg sebelumnya di mana kekuatan uang menjadi parameter terutama bagi caleg incumbent.
Kenapa pula di sebut tidak memiliki tanggung jawab moral,menurut Koordinator Community Based of Etics Cimahi, Sandhy Nesta, karena untuk merebut simpati rakyat pada umumnya mereka lebih mengandalkan kemampuan finansialnya dari pada kekuatan intelektualnya (komunikasi politik),mereka hanya cukup mengeluarkan dana puluhan ribu rupiah untuk per pemilih dan bersikap seperti orang baik budi untuk membeli hak politik/hak demokrasi rakyat terutama rakyat tidak mampu yang selalu di jadikan target pembodohan.
Sandhy menuturkan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena adanya factor supplai and demand yang biasanya di ciptakan serta di mediasi oleh timses yang bersangkutan,permintaan dari masyarakat terhadap seorang calon berupa pembagian sembako misalnya ,jika calon yang bersangkutan merasa mampu maka permintaan pasar pemilih segera di setujui namun ketika kemampun calon terbatas maka melalui timsesnya tersebut calon yang bersangkutan pun akan menawarnya dengan program lain yang lebih murah atau bahkan jika calon tersebut tidak mampu memenuhinya,maka pasar pemilih akan meninggalkan calon bersangkutan.
Berdasarkan pengakuan seorang anggota wakil rakyat dari salah satu parpol besar yang berhasil terpilih pada pileg 2009 silam,untuk merebut simpati rakyat dirinya tidak ragu meski harus mengeluarkan uang ratusan juta rupiah karena ketika ia terpilih,cepat atau lambat uang tersebut akan terganti,tergantung kelincahan yang bersangkutan.
Jika dalam pemilihan caleg terdapat 50% saja calon yang berbuat amoral seperti itu,maka dapat di bayangkan ketika mereka terpilih kelak,akan ada berapa miliyar uang Negara yang di korup setiap tahunnya untuk mengganti uang yang di keluarkan seorang calon selama berkampanye,sangat mungkin hal itu pun di lakukan seorang kepala daerah dan itu hampir dapat di pastikan telah terjadi bahkan sudah terbukti dengan banyaknya anggota dewan/kepala daerah yang berurusan dengan hukum.
Kecenderungan perilaku koruptif di kancah politik nasional saat ini semakin di perparah dengan munculnya fenomena baru yang menurut sebagian pihak merupakan indikasi/embrio tumbuh dan berkembangnya jaringan korupsi baik di legislatif maupun di eksekutif serta akan merusak tatanan demokrasi,yaitu tirani politik.
Seperti halnya yang terjadi di Provinsi Banten,dan sekarang fenomena itu mulai nampak di Kota Cimahi di mana seorang suami,istri,anak,menantu serta kerabat dekat ramai-ramai masuk kancah politik dan membidik posisi-posisi tertentu untuk melanggengkan/mengamankan jaringan tadi.
Selain telah menegaskan sifat dasar manusia yang melekat dengan kegilaan kekuasaan,tirani politik yang saat ini menjadi fenomena tidak lazim tersebut juga di khawatirkan telah memecah belah nilai persatuan dan kesatuan yang ada di masyarakat,masyarakat yang tidak setuju dengan kekuasaan turun temurun di curigai oleh golongan pengikut yang loyal terhadap penguasa,denikian juga sebaliknya…(Herrs/Red)
No comments:
Post a Comment