BANJAR.LawuNews
Kebebasan Pers di Kota Banjar tercoreng atas tindakan para paramedis di RSUD Kota Banjar. Hal tersebut membuat puluhan awak media Ciamis-Banjar menyayangkan sekaligus mengecam tindakan atau upaya menghambat tugas jurnalistik yang dilakukan oknum perawat dan dokter RSUD Kota Banjar.
Atas kejadian tersebut, puluhan pekerja media di Kota Banjar menggelar Audiensi dengan jajaran direksi RSUD Kota Banjar, beberapa waktu lalu.
“Insiden itu terjadi dua kali. Ketika ada korban pembacokan akhir pekan lalu dan Senin beberapa waktu lalu, saat ada korban percobaan bunuh diri. Oknum perawat dan dokter melarang wartawan yang sedang mengambil gambar, “kata Subakti Hamara, wakil ketua I PWI Ciamis-Banjar.
Lebih lanjut, Subakti mengatakan, bahwa upaya menghambat tugas jurnalistik merupakan tindakan melawan hukum, karena tugas jurnalistik dilindungi UU No. 40 tahun 1999, tentang Pers dan UU No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Kedatangan puluhan wartawan yang bermaksud beraudensi dengan pihak RSUD, ternyata mendapatkan penjagaan ketat dari pihak kepolisian, satpol PP dan petugas Dishub Kota Banjar.
Menurut salah seorang awak media yang hadir pada audensi tersebut, mengatakan, penjagaan berlebihan terkesan rekan-rekan pers akan berdemontrasi. “Padahal permintaan kami hanya untuk beraudensi dengan tujuan menanyakan SOP peliputan di IGD RSUD Kota Banjar. Berakibat menghambat tugas jurnalistik, “ujarnya.
Puluhan wartawan diterima langsung oleh direktur RSUD, Dr. Herman Umar, Wakil direktur Drs. Rachwan serta sejumlah pejabat RSUD lainnya. Hadir pula Kepala Bagian Humas Pemkot Kota Banjar, H. Agus Nugraha.Sementara itu, Faisal Amirudin, wartawan Kabar Priangan, yang mengalami tindakan penghambatan tugas jurnalistik, mengatakan, perbuatan oknum perawat dan dokter tersebut telah melanggar pasal 4 ayat 3 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers
.Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Terhadap pelanggaran itu pasal dari UU pers tersebut menggariskan bahwa “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat 2 dan 3, penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
“Kemerdekaan atau kebebasan pers memang tidak absolut, tapi insiden itu telah melanggar hukum, sehingga ada peluang baik kami untuk menyeret kasus ini ke ranah hukum, walaupun hal itu tidak kami kehendaki, “kata Faisal.
Selain itu kepada pihak RSUD, wartawan menuntut agar prosedur peliputan di IGD diperjelas sehingga kedepan insiden semacam itu tak kembali terulang.
Direktur RSUD Banjar, Dr. Herman Umar menyatakan pihaknya menyampaikan permohonan maaf atas insiden tersebut. Dia berjanji pihaknya akan segera menyusun standar operasional prosedur (SOP) bagi jajarannya ketika melayani wartawan.
Herman juga mengakui telah terjadi benturan kepentingan, ketika wartawan dan para medis sedang menjalankan tugasnya.
Menurutnya, wartawan pun harus bisa menghargai para medis ketika menjalankan tugas memberikan tindakan medis kepada pasien dan meninta agar wartawan mengenakan tanda pengenal dan menghargai tata tertib di ruangan IGD.
“Pertemuan ini syarat hikmah dan menjadi bahan evaluasi bagi kami. Akan segera kita susun SOP, sehingga wartawan bisa menjalankan tugas jurnalistiknya tanpa mengganggu tugas para medis dan akan kita sosialisasikan kepada petugas IGD, “kata Dr. Herman.(Mamay/Dian/Red)
No comments:
Post a Comment