Masa Ormas Gibas menggelar aksi unjuk rasa menuntut Pemkot banjar untuk mencabut moratorium pasar modern.( Foto:Mamay)
|
BANJAR.(LawuNews.com)
Ratusan massa dari ormas Gibas, Selasa (17/9) menggelar aksi unjuk rasa. Mereka "keukeuh" menuntut agar Pemkot Banjar mencabut moratorium pemberian izin usaha minimarket sebagaimana tertuang dalam SK Wali Kota Banjar Nomor 511.24/Kptsn.51-BPMPPT/2010. Massa yang mayoritas berpakaian hitam-hitam itu mendatangi kantor Sekretariat Daerah (Setda) Kota Banjar dan gedung DPRD Kota Banjar.
Selain dianggap sudah tidak relevan lagi dengan situasi kehidupan sosial ekonomi di Kota Banjar yang terus tumbuh, surat keputusan itu pada aplikasinya dilaksanakan dengan tebang pilih.
"Salah satu contohnya adalah pemberian izin minimarket di Jalan Perintis Kemerdekaan yang keluar setelah surat moratorium itu diterbitkan. Kalaupun pemerintah beralasan pengajuan izin itu dilakukan sebelum terbitnya moratorium, maka di SK tersebut harus diberi klausul pengecualian. Tapi ini kan tidak ada, jadi jelas telah terjadi ketidakadilan," kata Ujang Ruhanda, Ketua Gibas Kota Banjar. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, demo ini merupakan ekses dari perseteruan antara Pemkot Banjar dengan PT. Indomarco Prismatama.
Pemicunya, Pemkot Banjar ogah memberikan izin operasional bagi alokasi minimarket yang didirikan oleh perusahaan tersebut. Pertimbangan utamanya, Pemkot ingin melindungi para pedagang tradisional atau pemilik warung yang dipastikan akan tergerus usahanya . Usai menggelar orasi di halaman kantor Setda, massa kemudian bergerak ke kantor DPRD. Kepada wakil rakyat yang hadir, mereka mengadukan seluruh persoalan itu. Massa menuntut agar DPRD bisa memfasilitasi penyelesaian persoalan ini dengan memanggil terhadap dinas terkait.
"Masalahnya ketika top leader mengeluarkan moratorium, ternyata aparat dibawahnya masih memberikan peluang kepada kami. Ini ditandai dengan keluarnya surat rekomendasi dari Kelurahan dan Kecamatan. Ketidakjelasan penerapan aturan ini telah menyebabkan kerugian bagi investor ," kata Yana Diana, perwakilan PT. Indomarco.Wakil Ketua DPRD Banjar, Nana Suryana mengaku pihaknya siap memfasilitasi dan menengahi persoalan ini. "Insya Allah kami akan bertindak demi kepentingan masyarakat. Tidak hanya untuk Gibas atau tidak hanya untuk pemerintah atau golongan lainnya, melainkan demi kebaikan seluruh masyarakat," kata Nana.
Nana menuturkan, saat ini DPRD telah mengajukan hak inisiatif untuk membuat Perda yang mengatur mengenai minimarket atau pasar modern di Kota Banjar. "Saat ini sudah masuk ke dalam prioritas di Prolegda, jadi tak lama lagi akan segera dibahas. Diharapkan produk hukum ini bisa mengatur dan mengendalikan serta menyajikan aturan main bagi investor minimarket yang hendak membuka usaha di Banjar," kata Nana.
Berkas Perijinan Perseteruan Pemkot Banjar dan pengusaha minimarket terus berlanjut jika sebelumnya pihak pengusaha menuding Pemkot Banjar bertindak arogan dengan melakukan penyegelan, kini giliran Pemkot Banjar yang menuding pihak pengusaha tak mengindahkan aturan."Harusnya mereka sebelum membangun, mereka datang dulu kepada kami mengenai prosedur perizinan. Ini kan tidak, mereka tiba-tiba saja membangun minimarket dan mengurus izin kemudian.
Seandainya mereka konsultasi dulu, pasti sejak awal akan kita beri tahu bahwa saat ini di Banjar ada moratorium pendirian minimarket," kata Sekretaris Badan Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu(BMPPT), Syaifudin didampingi Kasatpol PP, Yayan Herdiaman. Menurut Syaifudin, dari empat lokasi pembangunan mini market yang dibangun oleh PT Indomarco Prismatama, baru 2 saja yang berkas perizinannya diajukan, itu pun ditolak. Sehingga ketika pihak perusahaan nekat membuka usahanya, maka pemerintah berwenang untuk melakukan penyegelan.
"Izin Mendirikan Bangunan tidak ada kemudian Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah pun tak ada, ya wajar kalau disegel," katanya. Menurut Syaifudin, pihak pengusaha ditengarai memilih membangun dulu lokasinya dengan harapan izin usahanya dilakukan sambil berjalan. "Benar mereka sudah meminta persetujuan dari kelurahan dan kecamatan, tapi perlu dipahami kedua lembaga itu tidak berwenang mengeluarkan izin, tandatangan persetujuan Lurah dan Camat hanya sebatas rekomendasi yang menjadi salah satu syarat permohonan izin.
Harusnya mereka datang dulu ke kita, kalau memang oke baru menempuh permohonan rekomendasi dari berbagai pihak itu. katanya. Terkait tudingan pihak pengusaha bahwa Pemkot tidak konsisten menerapkan moratorium, khususnya menyangkut pendirian salah satu minimarket di Jalan Petintis tahun 2010 lalu, Syaifudin menerangkan bahwa moratorium tersebut terbit pada tanggal 11 Maret 2010 kemudian pada 5 April terbit izin pendirian minimarket tersebut. "Tapi pendaftaran izin minimarket itu dilakukan sebelum terbitnya moratorium tepatnya tanggal 24 Februari. Artinya ketika moratorium terbit, kami sudah memproses perizinan itu, sehingga tak mungkin kita batalkan." katanya.
Surat moratorium itu dimaknai oleh pihaknya dengan menolak pengajuan izin pendirian itu.Ditemui terpisah, Wali Kota Banjar dr. Herman Sutrisno mengaku tidak mempermasalahkan adanya aksi demonstrasi tersebut. Aksi itu dinilai wajar, meski tidak terlalu efektif untuk merubah keputusannya. "Padahal kalau tidak puas dengan moratorium sebaiknya menempuh saluran hukum yang ada yakni mengadukannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).Kita ini kan negara hukum semua ada aturan mainnya." kata dr. Merman. "Kita kaji dulu, utamanya menyangkut dampak terhadap lingkungan. Kalau ternyata banyak membawa efek negatif sudah tentu tidak akan kita izinkan walaupun sudah dibangun," katanya.
Ia juga menyayangkan sikap investor yang cenderung tidak melakukan koordinasi dengan BPMPPT sebelum melakukan pembangunan. "Apalagi mereka malah memberikan penekanan, kalau begitu saya memilih seperti bola karet. Semakin ditekan maka akan semakin menolak," ujamya seraya berharap polisi segera merampungkan penyelidikan dugaan pemalsuan surat BPM¬PPT yang terjadi dalam kasus itu. (Mamay/Dian/Red).
"Salah satu contohnya adalah pemberian izin minimarket di Jalan Perintis Kemerdekaan yang keluar setelah surat moratorium itu diterbitkan. Kalaupun pemerintah beralasan pengajuan izin itu dilakukan sebelum terbitnya moratorium, maka di SK tersebut harus diberi klausul pengecualian. Tapi ini kan tidak ada, jadi jelas telah terjadi ketidakadilan," kata Ujang Ruhanda, Ketua Gibas Kota Banjar. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, demo ini merupakan ekses dari perseteruan antara Pemkot Banjar dengan PT. Indomarco Prismatama.
Pemicunya, Pemkot Banjar ogah memberikan izin operasional bagi alokasi minimarket yang didirikan oleh perusahaan tersebut. Pertimbangan utamanya, Pemkot ingin melindungi para pedagang tradisional atau pemilik warung yang dipastikan akan tergerus usahanya . Usai menggelar orasi di halaman kantor Setda, massa kemudian bergerak ke kantor DPRD. Kepada wakil rakyat yang hadir, mereka mengadukan seluruh persoalan itu. Massa menuntut agar DPRD bisa memfasilitasi penyelesaian persoalan ini dengan memanggil terhadap dinas terkait.
"Masalahnya ketika top leader mengeluarkan moratorium, ternyata aparat dibawahnya masih memberikan peluang kepada kami. Ini ditandai dengan keluarnya surat rekomendasi dari Kelurahan dan Kecamatan. Ketidakjelasan penerapan aturan ini telah menyebabkan kerugian bagi investor ," kata Yana Diana, perwakilan PT. Indomarco.Wakil Ketua DPRD Banjar, Nana Suryana mengaku pihaknya siap memfasilitasi dan menengahi persoalan ini. "Insya Allah kami akan bertindak demi kepentingan masyarakat. Tidak hanya untuk Gibas atau tidak hanya untuk pemerintah atau golongan lainnya, melainkan demi kebaikan seluruh masyarakat," kata Nana.
Nana menuturkan, saat ini DPRD telah mengajukan hak inisiatif untuk membuat Perda yang mengatur mengenai minimarket atau pasar modern di Kota Banjar. "Saat ini sudah masuk ke dalam prioritas di Prolegda, jadi tak lama lagi akan segera dibahas. Diharapkan produk hukum ini bisa mengatur dan mengendalikan serta menyajikan aturan main bagi investor minimarket yang hendak membuka usaha di Banjar," kata Nana.
Berkas Perijinan Perseteruan Pemkot Banjar dan pengusaha minimarket terus berlanjut jika sebelumnya pihak pengusaha menuding Pemkot Banjar bertindak arogan dengan melakukan penyegelan, kini giliran Pemkot Banjar yang menuding pihak pengusaha tak mengindahkan aturan."Harusnya mereka sebelum membangun, mereka datang dulu kepada kami mengenai prosedur perizinan. Ini kan tidak, mereka tiba-tiba saja membangun minimarket dan mengurus izin kemudian.
Seandainya mereka konsultasi dulu, pasti sejak awal akan kita beri tahu bahwa saat ini di Banjar ada moratorium pendirian minimarket," kata Sekretaris Badan Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu(BMPPT), Syaifudin didampingi Kasatpol PP, Yayan Herdiaman. Menurut Syaifudin, dari empat lokasi pembangunan mini market yang dibangun oleh PT Indomarco Prismatama, baru 2 saja yang berkas perizinannya diajukan, itu pun ditolak. Sehingga ketika pihak perusahaan nekat membuka usahanya, maka pemerintah berwenang untuk melakukan penyegelan.
"Izin Mendirikan Bangunan tidak ada kemudian Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah pun tak ada, ya wajar kalau disegel," katanya. Menurut Syaifudin, pihak pengusaha ditengarai memilih membangun dulu lokasinya dengan harapan izin usahanya dilakukan sambil berjalan. "Benar mereka sudah meminta persetujuan dari kelurahan dan kecamatan, tapi perlu dipahami kedua lembaga itu tidak berwenang mengeluarkan izin, tandatangan persetujuan Lurah dan Camat hanya sebatas rekomendasi yang menjadi salah satu syarat permohonan izin.
Harusnya mereka datang dulu ke kita, kalau memang oke baru menempuh permohonan rekomendasi dari berbagai pihak itu. katanya. Terkait tudingan pihak pengusaha bahwa Pemkot tidak konsisten menerapkan moratorium, khususnya menyangkut pendirian salah satu minimarket di Jalan Petintis tahun 2010 lalu, Syaifudin menerangkan bahwa moratorium tersebut terbit pada tanggal 11 Maret 2010 kemudian pada 5 April terbit izin pendirian minimarket tersebut. "Tapi pendaftaran izin minimarket itu dilakukan sebelum terbitnya moratorium tepatnya tanggal 24 Februari. Artinya ketika moratorium terbit, kami sudah memproses perizinan itu, sehingga tak mungkin kita batalkan." katanya.
Surat moratorium itu dimaknai oleh pihaknya dengan menolak pengajuan izin pendirian itu.Ditemui terpisah, Wali Kota Banjar dr. Herman Sutrisno mengaku tidak mempermasalahkan adanya aksi demonstrasi tersebut. Aksi itu dinilai wajar, meski tidak terlalu efektif untuk merubah keputusannya. "Padahal kalau tidak puas dengan moratorium sebaiknya menempuh saluran hukum yang ada yakni mengadukannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).Kita ini kan negara hukum semua ada aturan mainnya." kata dr. Merman. "Kita kaji dulu, utamanya menyangkut dampak terhadap lingkungan. Kalau ternyata banyak membawa efek negatif sudah tentu tidak akan kita izinkan walaupun sudah dibangun," katanya.
Ia juga menyayangkan sikap investor yang cenderung tidak melakukan koordinasi dengan BPMPPT sebelum melakukan pembangunan. "Apalagi mereka malah memberikan penekanan, kalau begitu saya memilih seperti bola karet. Semakin ditekan maka akan semakin menolak," ujamya seraya berharap polisi segera merampungkan penyelidikan dugaan pemalsuan surat BPM¬PPT yang terjadi dalam kasus itu. (Mamay/Dian/Red).
No comments:
Post a Comment