Kabar baik bagi perangkat desa dan pegawai honorer di instansi pemerintahan. Betapa tidak, Pemerintah bersama DPR saat ini tengah merancang Undang-undang tentang ASN (Aparatur Sipil Negera) yang salah satu itemnya akan mengakomodir perangkat desa dan pegawai honorer dengan status Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (P3K).Meski P3K statusnya bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS), tetapi mereka akan mendapat hak yang sama dengan PNS, salah satunya mendapat gaji dan tunjangan.Ketua Komisi II DPR RI, Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.Ip, M.Si, mengatakan hal itu, kepada Awak Media, di Ciamis, belum lama ini. "Namun, bagi perangkat desa dan honorer apabila ingin diangkat menjadi P3K harus mengikuti testing dan uji kompetensi terlebih dahulu. Apabila memenuhi syarat dan lulus test, maka bisa lolos diangkat menjadi P3K," ujar Agun.
Menurut Agun, langkah ini diambil sebagai jawaban dari aspirasi sejumlah perangkat desa di Indonesia yang menuntut ingin diangkat menjadi PNS. Di saat pemerintah menolak aspirasi perangkat desa tersebut, maka pihaknya mengusulkan alternatif lain dengan memberlakukan pengangkatan pegawai pemerintahan dengan sistem P3K ini. "Memang rasional juga penolakan dari pemerintah terhadap aspirasi perangkat desa tersebut. Apabila seluruh perangkat desa diangkat menjadi PNS, bisa merusak sistem kepegawaian," ujarnya. Bayangkan saja, lanjut Agun, apabila seluruh perangkat desa diangkat menjadi PNS, kemudian mereka dalam beberapa tahun kemudian mendapat kenaikan pangkat dan golongan, misalkan, sudah berada di pangkat golongan 3 B sampai 4 A, apakah mereka masih layak menjadi perangkat desa?. "Tentunya harus dipindahkan ke instansi pemerintahan yang lebih atas. Kalau jumlahnya banyak, lantas perangkat desa ini akan ditempatkan dimana? Dipastikan kantor kecamatan di sejumlah daerah akan kelimpungan, karena harus menampung perangkat desa PNS yang sudah mendapat kenaikan pangkat tersebut," terang Agun. Namun demikian, Agun mengatakan, tuntutan perangkat desa yang ingin diangkat menjadi PNS memang sangat beralasan. Mereka juga ingin diberlakukan adil seperti halnya abdi negara lain, terutama masalah peningkatan kesejahteraan. "Subtansi dari tuntutan perangkat desa ini kan soal peningkatan kesejahteraan, bukan dari soal status mereka. Nah, kami dari Komisi II DPR mencoba mengakomodir asprasi tersebut dengan mengusulkan sistem kepegawaian P3K ini, yang pada tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan perangkat desa," ujarnya.
Namun, lanjut Agun, yang menuntut ingin diangkat menjadi PNS, tidak hanya dari kalangan perangkat desa saja, tetapi hal yang sama pun disuarakan oleh kalangan pengawai honorer. "Makanya, sistem P3K ini berlaku untuk perangkat desa dan pengawai honorer, " ujarnya. Meski begitu, kata Agun, seorang perangkat desa ataupun pegawai honorer bila ingin diangkat menjadi P3K harus benar-benar orang yang memiliki kompetensi. Kerena setelah dinyatakan lulus dan menyandang status P3K, pemerintah akan melakukan penilaian terhadap kinerja dan kompetensinya masing-masing. "Penilaian itu akan dilakukan. setiap setahun sekali. Apabila dinilai kinerjanya baik, maka pemerintah akan memperpanjang status P3K tersebut. Namun, apabila dianggap kinerjanya buruk, maka otomatis status itu akan dicabut atau diberhentikan, " ujarnya. Menurut Agun, saat ini Rancangan Undang-undang (RUU) tentang ASN masih dalam pembahasan antara Komisi II DPR dengan pemerintah. Ditargetkan, sebelum pelaksanaan Pemilu tahun 2014, RUU tersebut sudah bisa disyahkan dan bisa diberlakukan pada tahun 2014 mendatang. "Kita dari Komisi II DPR terus mendorong agar RUU ASN ini agar segera rampung pembahasannya dan segera ditetapkan. Karena di RUU ASN ini memiliki semangat untuk melakukan perubahan dan pembenahan di tatanan pemerintahan agar berjalan lebih baik dan efektif," pungkasnya. (Mamay/Dian)
Menurut Agun, langkah ini diambil sebagai jawaban dari aspirasi sejumlah perangkat desa di Indonesia yang menuntut ingin diangkat menjadi PNS. Di saat pemerintah menolak aspirasi perangkat desa tersebut, maka pihaknya mengusulkan alternatif lain dengan memberlakukan pengangkatan pegawai pemerintahan dengan sistem P3K ini. "Memang rasional juga penolakan dari pemerintah terhadap aspirasi perangkat desa tersebut. Apabila seluruh perangkat desa diangkat menjadi PNS, bisa merusak sistem kepegawaian," ujarnya. Bayangkan saja, lanjut Agun, apabila seluruh perangkat desa diangkat menjadi PNS, kemudian mereka dalam beberapa tahun kemudian mendapat kenaikan pangkat dan golongan, misalkan, sudah berada di pangkat golongan 3 B sampai 4 A, apakah mereka masih layak menjadi perangkat desa?. "Tentunya harus dipindahkan ke instansi pemerintahan yang lebih atas. Kalau jumlahnya banyak, lantas perangkat desa ini akan ditempatkan dimana? Dipastikan kantor kecamatan di sejumlah daerah akan kelimpungan, karena harus menampung perangkat desa PNS yang sudah mendapat kenaikan pangkat tersebut," terang Agun. Namun demikian, Agun mengatakan, tuntutan perangkat desa yang ingin diangkat menjadi PNS memang sangat beralasan. Mereka juga ingin diberlakukan adil seperti halnya abdi negara lain, terutama masalah peningkatan kesejahteraan. "Subtansi dari tuntutan perangkat desa ini kan soal peningkatan kesejahteraan, bukan dari soal status mereka. Nah, kami dari Komisi II DPR mencoba mengakomodir asprasi tersebut dengan mengusulkan sistem kepegawaian P3K ini, yang pada tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan perangkat desa," ujarnya.
Namun, lanjut Agun, yang menuntut ingin diangkat menjadi PNS, tidak hanya dari kalangan perangkat desa saja, tetapi hal yang sama pun disuarakan oleh kalangan pengawai honorer. "Makanya, sistem P3K ini berlaku untuk perangkat desa dan pengawai honorer, " ujarnya. Meski begitu, kata Agun, seorang perangkat desa ataupun pegawai honorer bila ingin diangkat menjadi P3K harus benar-benar orang yang memiliki kompetensi. Kerena setelah dinyatakan lulus dan menyandang status P3K, pemerintah akan melakukan penilaian terhadap kinerja dan kompetensinya masing-masing. "Penilaian itu akan dilakukan. setiap setahun sekali. Apabila dinilai kinerjanya baik, maka pemerintah akan memperpanjang status P3K tersebut. Namun, apabila dianggap kinerjanya buruk, maka otomatis status itu akan dicabut atau diberhentikan, " ujarnya. Menurut Agun, saat ini Rancangan Undang-undang (RUU) tentang ASN masih dalam pembahasan antara Komisi II DPR dengan pemerintah. Ditargetkan, sebelum pelaksanaan Pemilu tahun 2014, RUU tersebut sudah bisa disyahkan dan bisa diberlakukan pada tahun 2014 mendatang. "Kita dari Komisi II DPR terus mendorong agar RUU ASN ini agar segera rampung pembahasannya dan segera ditetapkan. Karena di RUU ASN ini memiliki semangat untuk melakukan perubahan dan pembenahan di tatanan pemerintahan agar berjalan lebih baik dan efektif," pungkasnya. (Mamay/Dian)
No comments:
Post a Comment