CIAMIS.LawuNews Polemik ikut tidaknya warga Pangandaran dalam memilih Bupati Ciamis dalam Pilkada Ciamis 2013 masih terus berlangsung. Bahkan hingga ke lingkungan legislatif, polemik ini terus berkembang, walaupun Ketua Komisi 2 DPR RI sudah menegaskan bahwa hingga pemilu 2014 mendatang, warga Pangandaran masih menggunakan hak pilihnya untuk memilih Bupati Ciamis dan memilih anggota DPRD Ciamis. Kendati demikian, Wakil Ketua DPRD Ciamis, Didi Sukardi tetap bersikukuh bahwa warga Pangandaran tidak lagi memiliki hak memilih Bupati dan Wakil Bupati Ciamis pada Pilkada 22 September mendatang. Pasalnya, saat ini Pangandaran sudah resmi menjadi pemerintahan daerah sejak 22 April 2013. "Pangandaran sudah diresmikan oleh Presiden melalui Menteri Dalam Negeri sekaligus melantik Pejabat Bupati Pangandaran. Oleh karena itu, Pangandaran sudah resmi menjadi daerah otonomi, dengan batas wilayah dan jumlah penduduk-nya. Oleh karena itu sudah tidak lagi memiliki hak untuk memilih bupati dan wakil bupati Ciamis," ujar Didi
Meski demikian kata Didi, masih ada pihak-pihak yang menyatakan Pangandaran masih memilih termasuk Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Ciamis berdasarkan surat dari KPU Pusat No. 162/KPU/III/2013, yang menyebutkan Pilkada Kabupaten Induk tetap mengikut sertakan warga di daerah Pemekaran. Sayangnya kata Didi, Surat dari KPU Pusat No. 162/KPU/III/2013 ditandatangani 18 Maret 2013, yaitu sebulan se¬belum peresmian Kabupaten Pangandaran pada 22 April 2013. Selain itu KPU Pusat juga tidak mencantumkan dasar hukum secara spesifik dalam menetapkan hak pilih warga pemekaran pada Pilkada kabupaten induk. "Kalau Pangandaran belum diresmikan, betul warga pangandaran masih memiliki hak memilih sesuai dengan Surat KPU yang ditandatangani sebelum peresmian. Tapi kalau sudah diresmikan, Kabupaten Ciamis dengan Pangandaran menjadi status daerah kabupaten, meski kelengkapan struktur pemerintahannya masih dalam proses," ujarnya.
Menurutnya, Pilkada Ciamis tidak bisa disamakan dengan pemilu Legislatif, karena pemilu legislatif sudah zonanya dibagi diantaranya zona 5 dan 6 untuk 10 kecamatan di Kabupaten Pangandaran. "Caleg Yang terpilih di zona 5 dan 6 nanti akan mengisi DPRD di Kabupaten Pangandaran. Sementara Bupati dan Wakil Bupati Ciamis yang terpilih tidak akan memimpin Kabupaten Pangandaran," ujarnya. Oleh karena itu, kata Didi, Kementrian dalam negeri (Kemendagri) harus memberikan keputusan pasti terkait hak pilih warga pemekaran yang sudah diresmikan di pilkada kabupaten Induk. Jika tidak, otomatis surat KPU Pusat No. 162/KPU/III/2013 harus diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), apakah benar atau tidak, apakah bisa jadi dasar hukum atau tidak. "Sebaiknya Pemkab Ciamis yang mengajukan uji materi ke MK. Tapi jika tidak dilakukan, ada elemen masyarakat yang sudah menyiapkan bahan untuk diuji materikan ke MK sebelum pelaksanaan pilkada. Sehingga jika proses pilkada sudah selesai tidak ada gugatan terhadap pasangan yang menang," ujarnya.
Senada dengan Wakil Ketua DPRD Ciamis, Didi Sukardi, Ketua Presidium Kabupaten Pangandaran, H. Supratman, B.Sc, tetap bersikukuh bahwa keikutsertaan warga DOB Kabupaten Pangandaran ikut memilih dalam Pilkada Bupati Ciamis pada September mendatang, tidak sah secara hukum. Malah, Supratman meminta agar permasalahan pro kontra mengenai keikutsertaan warga Pangandaran ikut memilih atau tidak dalam Pilkada Ciamis agar dikonsultasikan ke sejum¬lah pakar hukum ketatanegaraan. "Jadi, ketika muncul pro kontra seperti ini, tidak lantas bagaimana menurut keputusan KPU saja. Tapi, perlu juga didengar pendapat dari pakar hukum ketatanegaraan, agar keputusan ini benar-benar bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya. Menurut Supratman, apabila ditinjau dari aspek hukum, seharusnya warga Pangandaran sudah tidak harus ikut serta atau memilih dalam Pilkada Bupati Ciamis. Karena, ketika DOB Kabupaten Pangandaran diresmikan, maka secara administrasi hukum ketatanegaraan sudah putus dengan kabupaten induk. "Artinya, jika warga Pangandaran dipaksakan harus memilih Bupati Ciamis, ya cacat secara hukum.
Dan hal ini nantinya ada peluang bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh calon bupati yang kalah. Karena Pilkada Ciamis cacat secara hukum," terangnya. Selain itu, lanjut Supratman, menurut informasi yang diperolehnya, bahwa di internal Kemendagripun saat ini terjadi dua pendapat mengenai hal ini, dimana satu pihak berpendapat bahwa apabila kabupaten induknya akan menggelar Pilkada, maka daerah DOB-nya tidak perlu ikut serta dan memilih. Sementara pihak lainnya, masih diinternal Kemendagri, malah berpendapat sebaliknya. "Di Kemendagri saja terjadi dua pendapat, kenapa lantas KPU sekonyong-konyong tetap memaksakan warga di daerah DOB harus ikut Pilkada di kabupaten induknya? Tentunya hal ini harus dipandang serius oleh semua pihak, dan segera mencari kejelasan agar ada ketetapan hukum yang kuat,” tandasnya. Jika dilihat dari segi anggaran pun, lanjut Supratman, akan terjadi efisiensi anggaran apabila warga Pangandaran tidak ikut memilih Pilkada Ciamis, “Pandangan dari segi anggaran ini harus dikaitkan dengan sisi manfaat. Nah, apa manfaatnya warga Pangandaran ikut memilih Bupati di daerah induknya? Sementara saat ini Pangandaran sudah memiliki Bupati sendiri.
Hal itu pun harus dicermati oleh semua pihak,” tegasnya. Sebelumnya, melalui Surat Edaran (SE) KPU (Komisi Pemilihan Umum) Pusat dan SE Mendagri sudah menyiratkan bahwa kabupaten pemekaran masih diikutsertakan dalam Pilkada kabupaten induk yang pelak-sanaanya digelar pada tahun 2013. Ketua KPUD Kabupaten Ciamis, Kikim Tarkim, S.Ag, M.Si, menjelaskan, SE KPU Pusat tentang diikutsertakan¬nya kabupaten pemekaran dalam Pilkada kabupaten induk, terbit pada tanggal 18 Maret 2013. Setelah keluar SE KPU tersebut, kemudian dis¬usul oleh SE Mendagri yang terbit pada tanggal 6 Mei 2013. "Awalnya kita masih ragu, ketika perpatokan pada SE KPU Pusat semata. Tetapi, pada tanggal 6 Mei lalu, terbit SE Mendagri soal juklak dan juknis pelaksanaan Pilkada. Dalam SE Mendagri itu, ternyata tidak mengatur mengenai diikutsertakannya kabupaten pemekaran pada Pilkada kabu¬paten induk," ujarnya.
Meski SE Mendagri tidak mengatur mengenai hal itu, lanjut Kikim, namun dalam SE KPU Pusat telah tercantum tembusan kepada Mendagri dan Bawaslu. "Logikanya begini, SE KPU Pusat itu terbit tanggal 18 Maret 2013.
Artinya, apabila Mendagri keberatan dengan aturan KPU yang menyatakan mengikutsertakan kabupaten pemekaran dalam Pilkada kabupaten induk, mungkin dari dulu sudah melakukan bantahan atau protes," tandasnya. Tetapi, sambung Kikim, dalam rentan waktu selama 2 bulan SE KPU Pusat diterbitkan, tidak ada bantahan dan protes dari Mendagri. Malah, pada SE Mendagri yang terbit pada tanggal 6 Mei 2013, tidak sedikit pun disinggung soal kabupaten pemekaran apakah diikutsertakan pada Pilkada kabupaten induk. "Kita memandang bahwa Mendagri telah setuju terhadap SE KPU Pusat. Selain itu, tidak ada satu pun peraturan yang kontraproduktif dengan SE KPU tersebut. Itu artinya SE KPU itu sudah bisa dijadikan sebagai pegangan untuk mengikutsertakan warga Pangandaran pada Pilkada Ciamis.
Karena sudah jelas dan tegas aturannya," ujarnya.
Sementara mengenai pro¬kontra di tataran elit politik mengenai hal itu, Kikim menyatakan tidak mau ambil pusing. "Kita berpegang pada aturan dalam setiap melangkah. Selama belum ada aturan yang membatalkan SE KPU itu, kita lurus saja dengan tetap mencantumkan dan memproses warga Pangandaran sebagai DPT (Daftar Pemilih Tetap) pada Pilkada Ciamis," tegasnya. (Mamay/Dian)