Puspen TNI (Lawunews.Com)
Prajurit Tentara
Nasional Indonesia (TNI) yang tergabung dalam Satuan Tugas
(Satgas) Gabungan
Penanggulangan Teror (Gultor) TNI
berhasil membebaskan sandera dari kelompok Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) di
Indonesia pimpinan Sierra Militan yang memiliki kemampuan menembak, merakit bom, menguasai
medan dan pelolosan serta mengintimidasi masyarakat kampung.
Anggota ISIS yang telah dilatih di Poso
tersebut, bergeser ke wilayah Bima
untuk mencari simpatisan baru guna mendukung aksi teror di Jakarta dengan sasaran bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Setelah
merencanakan secara matang, maka kelompok radikal pendukung ISIS melaksanakan pembajakan
pesawat yang di dalamnya terdapat pejabat
VIP. Selain itu,
kelompok radikal juga memutus jalur suplai bahan bakar avtur pesawat, menguasai depo
pertamina, gedung otoritas
bandara dan menyandera kepala bandara serta seluruh staf yang bertugas mengatur
regulasi di bandara.
Mengetahui kelompok ISIS
menguasai Bandara Soetta, selanjutnya melalui Direktif Panglima TNI, Satgas Gultor TNI melaksanakan aksi
penindakan teror dengan berbagai manuver mulai
dari infiltrasi hingga pasukan terakhir melaksanakan eksfiltrasi.
Sasaran pembebasan sandera terbagi dalam
tiga lokasi yaitu:
sasaran pembebasan sandera
(Basra) di pesawat dilakukan oleh Tim Aksi Khusus (Aksus) Alpha melaksanakan infiltrasi udara dengan Free Fall Grasstrip Runway
Utara, sasaran berikutnya gedung Angkasa Pura II oleh Tim Aksus Delta diawali dengan fastrope dan sasaran terakhir Tim Aksus Charlie melaksanakan infiltrasi udara dengan free fall
di gedung Shafti Pertamina. Dengan gerakan taktis yang cepat dan
tepat, prajurit TNI akhirnya berhasil menewaskan 16 teroris serta berhasil menyelamatkan seluruh sandera
sejumlah 79 orang.
Dalam amanat Panglima
TNI yang dibacakan Irjen TNI antara lain mengatakan bahwa, satu Dasawarsa ke depan, konflik
angkatan bersenjata antar negara sangat kecil kemungkinan terjadi.
“Instrumen internasional telah menjadi pagar terjadinya konflik,
namun demikian TNI harus tetap siaga, manakala instrumen internasional tersebut tidak mampu melindungi kedaulatan
dan kepentingan nasional”, kata Panglima TNI.
“Hal
ini harus menjadi kewaspadaan karena, bentuk perang telah
berubah dalam bentuk perang terorisme hybrida dan proxy war yang memiliki dimensi fisik dan psikologis yang
dilakukan oleh negara atau non Negara,” tutup Panglima TNI.
Authentikasi :
No comments:
Post a Comment